Abstract:
Penelitian ini menganalisis tindak pidana makar yang kemudian dihubungkan dengan pengiriman surat yang berasal dari gerakan nasional
Indonesia kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Makar merupakan perbuatan penyerangan yang ditujukan kepada pemerintah. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur makar dalam pasal 104, 106, dan 107. Mengenai ketentuan makar diatur juga dalam pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatakan bahwa seseorang sudah dapat dikategorikan melakukan perbuatan makar jika suda ada permulaan pelaksanaan untuk melakukan perbuatan makar. Pengiriman surat yang dilakukan gerakan nasinal people power Indonesia menjadi acuan penulis apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan perbuatan makar.
Kata meniadakan kemampuan Presiden dan Wakil Presiden memerintah yang merupakan unsur pasal 104 Kitab Undan-Undang Hukum Pidana merupakan segala perbuatan yang menyebabkan Presiden dan Wakil Presiden baik secara fisik maupun psikis tidak dapat menjalankan tugas konstitusinya. Jika dikaitkan dengan kata mencabut mandat. Kata ini tidak dapat dikaitkan sebagai perbuatan yang menyebabkan Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat menjalankan tugas konstitusinya. Karena sistem pemerintahan Indonesia sudah tidak mengenal lagi kata mandat atau mandataris majelis.
Surat yang dikirimkan gerakan nasional people power Indonesia berisikan permintaan agar Dewan Perwakilan Rakyat memanggil Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengadakan sidang istimewa yang menghasilkan 3 ketetapan yaitu pertama, mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 ke bentuk asli yang mana menurut penulis permintaan ini mengandung unsur makar menurut pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kedua mencabut mandat Presiden dan Wakil Presiden yang menjabat, menurut penulis permintaan ini tidak mengandung unsur makar. Ketiga mengangkat Presiden dan Wakil Presiden yang baru, permintaan ini juga mengandung unsur makar menurut pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana