dc.contributor.advisor |
Novenanty, Wurianalya Maria |
|
dc.contributor.author |
Virginia, Olivia Bella |
|
dc.date.accessioned |
2017-11-29T08:20:55Z |
|
dc.date.available |
2017-11-29T08:20:55Z |
|
dc.date.issued |
2017 |
|
dc.identifier.other |
skp34858 |
|
dc.identifier.uri |
http://hdl.handle.net/123456789/4365 |
|
dc.description |
3954 - FH |
en_US |
dc.description.abstract |
APMK khususnya kartu debet dalam melakukan transaksi jual beli membutuhkan alat alektronik yaitu mesin EDC yang terdapat di merchant. Nantinya tabungan nasabah akan terpotong sesuai dengan jumlah transaksi dan batasan maksimum yang ditetapkan oleh setiap bank penerbit kartu debet. APMK diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan mengenai tata cara penyelenggaraan AMPK diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 11/10/DASP/2009 sebagaimana mengalami perubahan dengan SEBI Nomor 14/17/DASP/2012 dan SEBI 16/25/DASP/2014 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Dalam hal kartu debet digunakan sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli maka dibutuhkan sistem yang aman dan andal yaitu dengan diterapkannya autentikasi PIN agar menghindari kerugian yang dapat dialami oleh nasabahnya dan juga menjaga kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut.
Namun pada praktiknya masih ditemukan transaksi dengan kartu debet yang dapat dilakukan tanpa adanya autentikasi PIN sebagai standard keamanan transaksi. Hal ini dapat menimbulkan celah kerugian baik bagi nasabah maupun bagi bank itu sendiri sehingga Penulis ingin memahami lebih mendalam mengenai penerapan PBI APMK ini serta bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah yang menderita kerugian akibat transaksi tanpa autentikasi PIN ini. Penulisan skripsi ini berdasarkan metode pendekatan yuridis-normatif yaitu penelitian yang menggunakan corak penalaran deduktif dengan asas, norma, atau kaidah hukum. Selain itu juga dilakukan dengan pengujian dari hasil penelitian. Pada praktiknya, PBI APMK belum sepenuhnya terlaksana dengan baik khususnya dalam peningkatan sistem keamanan dan teknologi kartu debet. Selain itu, perlindungan hukum terhadap nasabah yang mengalami kerugian belum dilaksanakan dengan baik karena masih saja ada nasabah yang tidak mendapatkan ganti rugi dari bank
penerbit kartu debet tersebut. Oleh karena itu nasabah mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, dimana nasabah dapat mengajukan pengaduan kepada bank yang bersangkutan atau apabila belum terdapat kesepakatan dapat mengajukan pengaduan kepada Otoritas Jasa Keuangan atau kepada Bank Indonesia, atau dapat melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa atau pengadilan. Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam praktiknya harus saling berkoordinasi dalam memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan. |
en_US |
dc.publisher |
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum - UNPAR |
en_US |
dc.subject |
Kartu Debet |
en_US |
dc.subject |
Mesin EDC |
en_US |
dc.subject |
Autentikasi PIN |
en_US |
dc.subject |
Perlindungan Nasabah |
en_US |
dc.title |
Perlindungan hukum bagi nasabah pengguna kartu debet dalam transaksi jual beli tanpa autentikasi pin ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran |
en_US |
dc.type |
Undergraduate Theses |
en_US |
dc.identifier.nim/npm |
NPM2013200282 |
|
dc.identifier.nidn/nidk |
NIDN0425058403 |
|
dc.identifier.kodeprodi |
KODEPRODI605#Ilmu Hukum |
|