dc.description.abstract |
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah terkait dengan
bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi yang melakukan perdagangan ilegal
terhadap satwa liar dilindungi. Modus operandi yang sering dilakukan oleh korporasi yang
memperdagangkan satwa dilindungi adalah dengan menyelundupkan jenis satwa
dilidnungi dengan jenis satwa tidak dilindungi. Diketahui bahwa terdapat perkembangan
terkait dengan pelaku yang memperdagangkan satwa liar dilindungi, yaitu mulai dilakukan
oleh korporasi. Salah satu contohnya adalah PT. R yang diketahui memperdagangkan sirip
hiu dilindungi dari kota Bau-Bau, dan Dobo, ke Kota Manado. PT R memperdagangkan
sirip tersebut dengan cara menyelundupkan jenis sirip hiu dilindungi dengan sirip hiu tidak
dilindungi. Namun, Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, peraturan yang mengatur mengenai pemanfaatan sumber daya alam hayati,
termasuk satwa dilindungi, belum mengatur mengenai pertanggungjawaban pidana
korporasi. Sehingga, korporasi tidak dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana
berdasarkan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Agar korporasi yang terlibat dalam memperdagangkan satwa liar dilindungi dapat dijerat
sanksi pidana, perlu menggunakan pendekatan multidoor, yaitu dengan menggunakan
berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait. Sehingga, timbul pertanyaan
bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi korporasi yang melakukan perdagangan satwa
liar dilindungi berdasarkan pendekatan multidoor? Apakah dibutuhkan adanya perubahan
terhadap Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya?
Maka, untuk menjawab permasalahan yang ada, penulisan ini akan menggunakan metode
penelitian yuridis sosiologis. Berdasarkan penelitian ini, pendekatan multidoor dapat
digunakan untuk menjerat korporasi yang terlibat dalam memperdagangkan satwa liar
dilindungi, yaitu dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, serta Undang-Undang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Namun,
ketentuan dalam Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya tetap perlu dilakukan perubahan. |
en_US |