Abstract:
Yogyakarta, sebuah kota dengan sejarah yang kaya di Jawa Tengah, Indonesia, telah menjadi pusat
kekuasaan, kebudayaan, dan keagamaan sejak berabad-abad yang lalu. Didirikan pada abad ke-18
oleh Sultan Hamengkubuwono I, kota ini telah mengalami transformasi yang signifikan dari pusat
kekuasaan kesultanan yang megah menjadi sebuah kota modern dengan pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Salah satu bukti kejayaan masa lalu Yogyakarta adalah Kawasan Jeron Beteng, yang
merupakan simbol penting dari warisan budaya dan arsitektur tradisional Jawa.
Kawasan Jeron Beteng, dengan sejarahnya yang kaya, menjadi saksi penting dari peristiwa
bersejarah, termasuk penandatanganan Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang merupakan tonggak
penting dalam sejarah Kesultanan Yogyakarta. Awalnya hanya sebuah daerah hutan yang dikenal
sebagai Hutan Mentaok, kawasan ini berkembang menjadi bagian integral dari sistem pertahanan
kesultanan. Fungsi Kawasan Jeron Beteng tidak hanya terbatas sebagai pusat perayaan dan upacara
keagamaan, tetapi juga sebagai pusat pendidikan dan pengembangan komunitas.
Dalam konteks lanskap urban, Jeron Beteng memainkan peran penting dalam mempertahankan
identitas kota Yogyakarta. Kawasan ini menjadi contoh bagaimana sebuah kota dapat memelihara
warisan budaya dan sejarahnya sambil beradaptasi dengan perkembangan urban. Jeron Beteng
bukan hanya sekadar tempat untuk kegiatan keagamaan dan tradisional, tetapi juga menjadi simbol
dari kesatuan dan kekayaan budaya kota Yogyakarta.
Selain itu, seni dan karya visual juga memiliki peran penting dalam meningkatkan estetika
perkotaan. Melalui penampakan seni yang unik, revitalisasi Kawasan Jeron Beteng dapat menjadi
sarana untuk mempromosikan keberagaman budaya dan kreativitas artistik di Kota Yogyakarta.
Namun, meskipun terdapat perubahan yang signifikan di kawasan ini, jejak-jejak sejarah dan
warisan budaya yang kental masih tetap terasa, menciptakan sebuah perpaduan menarik antara masa
lalu yang kaya dengan tantangan dan peluang masa kini.