Perbedaan pengaturan tentang Pengecualian Vertical Restraints dalam Perjanjian Vertikal menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Hukum Kompetisi Uni Eropa, serta pelajaran yang dapat diambil oleh Indonesia

Show simple item record

dc.contributor.advisor Erawaty, Anna Fidelia Elly
dc.contributor.author Maulana, Biyana Ahya Awan
dc.date.accessioned 2024-10-17T05:31:26Z
dc.date.available 2024-10-17T05:31:26Z
dc.date.issued 2024
dc.identifier.other skp45961
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/19128
dc.description 5458 - FH en_US
dc.description.abstract Pembahasan mengenai perjanjian vertikal khususnya di Indonesia tidak terlepas dari masalah yang timbul utamanya akibat dari substansi dari perjanjian tersebut yang mengandung pembatasan vertikal (vertical restraints). Pembatasan vertikal merupakan tindakan menghambat pengalihan hak atas suatu barang dan/atau jasa pada suatu transaksi ekonomi terhadap dua pihak pada tingkatan yang berbeda. Pembatasan vertikal pada esensinya dilarang oleh karena adanya pertimbangan bahwa akan mengganggu persaingan usaha dari sektor hulu hingga hilir dalam suatu mata rantai distribusi. Akan tetapi, tidak semua klausul pembatasan vertikal dapat bersifat anti persaingan usaha. Oleh karena itu, terdapat beberapa pengecualian terhadap pembatasan vertikal tersebut. Pengaturan mengenai pengecualian perjanjian vertikal tersebut diatur dalam beberapa Peraturan KPPU. Permasalahan yang timbul terhadap larangan dan pengecualian tersebut adalah dalam prakteknya masih banyak pelaku usaha yang menggunakan pembatasan vertikal dalam bentuk klausul seperti dalam perjanjian keagenan dan distribusi yang dimana pembatasan vertikal tersebut tidak melanggar persaingan usaha dan justru meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan keuntungan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan melakukan perbandingan dengan hukum kompetisi Uni Eropa. Menurut UU No. 5/1999 pembatasan vertikal yang dilarang diantaranya Diskriminasi harga dalam Pasal 6, Resale Price Maintenance (RPM) dalam Pasal 8, perjanjian pengikatan (tying agreement) dalam Pasal 15 ayat (2), special discount dalam Pasal 15 ayat (3), dan Praktek Diskriminasi dalam Pasal 19 huruf d yang dimana beberapa jenis pembatasan vertikal tersebut juga harus dikaji secara kasus per kasus dengan menggunakan analisis rule of reason apabila ingin dicantumkan dalam suatu perjanjian vertikal. Apabila melihat dari hukum Uni Eropa, pengaturan pengecualian pembatasan vertikal sudah jauh lebih sistematis dan logis. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pengaturan larangan dan pengecualian dalam perjanjian internasional yang mengikat negara anggota yaitu dalam Article 101 (1) dan (3) Treaty on The Functioning of The European Union dan pengaturan mengenai pengecualian lebih teknisnya diatur dalam EU Commission Regulation 720/2022, hingga pengaturan sangat teknisnya terdapat dalam Guidelines On Vertical Restraints. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.subject PEMBATASAN VERTIKAL en_US
dc.subject LARANGAN en_US
dc.subject PENGECUALIAN en_US
dc.subject PERJANJIAN KEAGENAN en_US
dc.subject PERJANJIAN DISTRIBUSI en_US
dc.title Perbedaan pengaturan tentang Pengecualian Vertical Restraints dalam Perjanjian Vertikal menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Hukum Kompetisi Uni Eropa, serta pelajaran yang dapat diambil oleh Indonesia en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM6052001153
dc.identifier.nidn/nidk NIDN0426076001
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account