dc.description.abstract |
Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) telah mengatur mengenai larangan memperdagangkan barang
yang rusak, cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa adanya informasi lengkap kepada
konsumen yang tertuang dalam Pasal 8 ayat (2) UUPK. Hal ini berkorelasi dengan
pemenuhan keselamatan yang berhak diharapkan oleh konsumen terhadap barang
yang diperdagangkan (intended use). Seperti dalam kasus rangka motor “e” yang
mengalami korosi dan patah pada sepeda motor “H” keluaran tahun 2022, banyak
konsumen mengeluhkan hal tersebut padahal usia sepeda motor yang dibeli konsumen
terbilang baru. Pemenuhan garansi bagi konsumen juga terbilang sulit didapatkan oleh
konsumen karena jangka waktu yang kurang spesifik dicantumkan oleh pelaku usaha.
Maka dari itu, hal tersebut berdampak pada ketidakpastian hukum bagi konsumen dan
berdampak pada keselamatan konsumen.
Berdasarkan pemaparan di atas, dalam menjawab penelitian ini penulis menggunakan
metode penelitian yuridis normatif dengan menelaah teori, konsep, asas, dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sehingga penulis mengumpulkan berbagai macam
data seperti bahan hukum pimer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier
yang relevan untuk menghasilkan kesimpulan dan analisis dalam mengatasi
permasalahan tersebut.
Hasil dari penelitian menunjukan terdapat hubungan hukum langsung dengan
tanggung jawab kontraktual dan hubungan hukum tidak langsung dengan tanggung
jawab langsung dalam jual beli sepeda motor dengan rangka “e” antara pelaku usaha
dengan konsumen. Sehingga hubungan tersebut berpengaruh terhadap upaya hukum
yang dapat dilakukan konsumen sebagai upaya ganti rugi kepada pelaku usaha. Maka
dari itu, diperlukan peran pelaku usaha dalam meningkatkan edukasi terkait perawatan
dan pemeliharaan kendaraan bermotor, serta pencantuman masa garansi yang spesifik
demi memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi keselamatan konsumen. |
en_US |