dc.description.abstract |
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28G
dinyatakan bahwa setiap orang dijamin hak asasinya. Hak asasi manusia bersifat melekat
pada diri setiap orang. Tidak ada seorang pun atas kesalahan apapun dapat dicabut hak
asasi manusianya. Terdapat berbagai jenis hak asasi manusia, salah satu yang menjadi
sorotan ditengah perkembangan teknologi internet sekarang ini adalah hak atas privasi.
Hak atas privasi memberikan setiap orang kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri
tanpa ada campur tangan dari orang lain. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi,
banyak pelanggaran-pelanggaran dari hak privasi seseorang, salah satunya adalah
meningkatnya kasus revenge porn. Dalam revenge porn, konten-konten bermuatan seksual
yang sebelumnya diambil saat pelaku dan korban berada dalam suatu hubungan, dan
seharusnya hanya menjadi konsumsi pribadi, justru disebarkan dengan maksud ancaman
atau pembalasan dendam ketika hubungan mereka berakhir. Salah satu konsep yang
muncul di Uni Eropa menjamin hak atas privasi, adalah right to be forgotten atau hak
untuk dilupakan. Konsep ini memberikan perlindungan kepada setiap pribadi yang tidak
ingin informasi miliknya terus tersebar di sistem informarsi untuk memintakan
penghapusan datanya yang ada dalam sebuah sistem informasi. Permasalahan dalam
Penulisan Hukum ini adalah Bagaimana harmonisasi pengaturan hak untuk dilupakan
dalam hukum positif di Indonesia? Apakah hak untuk dilupakan dapat digunakan untuk
melindungi korban dalam kasus pornografi balas dendam (revenge porn)? Dalam rangka
menjawab permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan metode yuridis
normatif dengan mengkaji bahan-bahan hukum baik tentang revenge porn ataupun hak
untuk dilupakan. Konsep hak untuk diilupakan yang diadopsi dari Uni Eropa kemudian
diterapkan di Indonesia dengan dimasukan ke dalam Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Namun
pengaturannya yang belum terhamonisasi dan tidak ada peraturan pelaksana yang
mendukung membuat konsep ini sult untuk digunakan termasuk untuk korban dari revenge
porn. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar segera dilakukan harmonisasi dari hak
untuk dilupakan agar penerapannya bisa maksimal, khususnya untuk memberikan
perlindungan bagi korban dari tindak pidana revenge porn. |
en_US |