dc.description.abstract |
KUH Perdata tidak memuat aturan yang cukup memadai untuk
mengantisipasi atau menjawab isu-isu hukum perjanjian dalam perkembangan di
masyarakat. Terdapat inkonsistensi dalam penerapan kaidah-kaidah hukum
perjanjian terkait penyalahgunaan keadaan. Salah satu contoh kasus terdapat pada
Putusan Mahkamah Agung No. 3641 K/Pdt/2001, Tergugat memanfaatkan
keadaan Penggugat yang sedang di penjara untuk menandatangani perjanjian yang
merugikan. Hakim menyatakan perjanjian tersebut batal demi hukum karena
adanya penyalahgunaan keadaan.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hakim di Indonesia menafsirkan
penyalahgunaan keadaan sebagai situasi di mana salah satu pihak dalam suatu
perjanjian memanfaatkan kondisi tidak menguntungkan dari pihak lain secara
tidak adil. Penyalahgunaan keadaan menggoyahkan berbagai asas hukum
perjanjian seperti konsensualisme, kebebasan berkontrak, pacta sunt servanda,
kepribadian, itikad baik, dan keseimbangan. Hukum perjanjian Indonesia
seharusnya lebih eksplisit mengatur penyalahgunaan keadaan sebagai alasan
pembatalan perjanjian. Perlindungan terhadap kebebasan berkontrak, itikad baik,
dan keseimbangan kepentingan harus ditingkatkan. Diperlukan peraturan tertulis
yang mengatur kriteria jelas untuk penyalahgunaan keadaan, seperti
ketidakseimbangan posisi tawar, pemanfaatan keadaan pihak lain, keuntungan
yang tidak wajar, penyalahgunaan kekuasaan, dan penipuan atau kebohongan. Hal
ini untuk memastikan konsistensi dan keadilan dalam penerapan hukum |
en_US |