Abstract:
Perkembangan tradisi adat dan budaya bermasyarakat yang mengalami perubahan
berkelanjutan dimulai pada masa pra-Hindu, masa Kerajaan Majapahit dan terus
berkembang hingga masa kini. Kerajaan Majapahit mendirikan koloni di Bali dengan latar
belakang Gajah Mada yang ingin mempersatukan wilayah Nusantara dan memperkenalkan
banyak praktik serta agama yang hingga kini masih menerus di Pulau Bali. Berlanjut
dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit di abad ke-16, kerajaan-kerajaan yang ada di Bali
tetap berdiri dan bersifat mandiri dengan Puri sebagai wujud arsitektur yang memiliki
keterikatan erat dengan berkembangnya konsepsi kraton yang ada di Pulau Jawa.
Dominasi Kerajaan Majapahit ini menimbulkan dualisme antara masyarakat Bali
Hindu (wong Majapahit) dan Bali Aga/Mula (Bali asli). Adapun sejatinya, perkembangan
Majapahit ini memiliki dua wujud hasil yang berbeda, dimana ke arah barat berkembang
dengan adanya perkembangan agama Islam, sedangkan ke arah timur dengan
mempertahankan budaya keagamaan Hindu. Atas hal tersebut, muncul perkiraan bahwa
bentukan Puri dan Keraton di Jawa sama sama mengacu pada pola Keraton Majapahit.
Analisis diharapkan dapat menghasilkan sintesis arsitektural dan apa saja yang
mempengaruhi pada bentuk, tatanan, ornamen, dan fungsi yang terkait antara Puri di Bali
dengan Kraton di Jawa secara tata ruang, wujud bangunan, ornamentasi serta tektonika
bangunan. Data diambil berdasarkan pengamatan observasi lapangan ditinjau dari data fisik
yang ada.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analisis. Data yang
terkumpul diproses dengan penjajaran antara kraton dan puri ditinjau dari aspek filosofi,
tata ruang-massa, wujud, tektonika, dan ornamentasi bangunan. Hasil penelitian
menunjukan adanya keterkaitan antara arsitektur puri dan kraton dengan adanya perubahan
pada wujud yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang. Adapun pola yang sama
masih diterapkan baik pada puri dan kraton, diduga diwariskan dari Majapahit. Budaya
yang diwariskan ini dapat mengalami transformasi menjadi bentukan yang baru tetapi
masih memiliki kemiripan dengan perbedaan filosofis. Menunjukan penghalusan dari
tradisi, dimana penggunaan metafora yang sama dapat ditemukan pada lingkungan yang
berbeda.