Abstract:
Pencatatan blokir adalah tindakan administrasi dari Kepala Kantor Pertanahan untuk menetapkan status a quo pada hak atas tanah terhadap perbuatan hukum dan peristiwa hukum atas tanah tersebut untuk sementara waktu menurut Permen ATR No. 13/2017. Dengan adanya pencatatan blokir ini dapat memberikan perlindungan bagi pihak yang sedang bersengketa melawan pihak yang memegang hak atas tanah serta memberikan kepastian hukum juga. Akan tetapi terdapat 2 (dua) peraturan yang mengatur mengenai pencatatan blokir yang dapat menyebabkan kekeliruan bagi masyarakat. Masyarakat tidak tahu jenis pencatatan yang mana yang tepat untuk digunakan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yang didukung oleh pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis dan konseptual.
Pada peraturan yang mengatur secara khusus pencatatan blokir yaitu Permen ATR No. 13/2017 terlihat ada 3 jenis pencatatan blokir. Jenis yang dimaksud dilihat dari sisi pihak yang memohonkan pencatatan blokir. Para pihak pemohon yakni Orang Perorangan atau Badan Hukum, Penegak Hukum, dan Kementerian. Ketiganya diatur secara berurutan di dalam Permen ATR No. 13/2017. Keputusan ditetapkan blokir berdasarkan Permen ATR ini dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan. Peraturan lain yang menyebutkan pemblokiran dan memberikan kesan adanya jenis blokir lain adalah PMK No. 240/2016. Pemblokiran menurut PMK yang diteliti ini berkaitan erat dengan penggunaan keuangan Negara. Harus terjadi pinjam meminjam antara Debitur dan Kreditur. Dengan itu terlihat adanya jenis pemblokiran terhadap Barang Jaminan dan Harta Kekayaan Lain milik Penjamin atau Penanggung Hutang.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa jenis pencatatan blokir yang dapat dipilih oleh masyarakat sesuai dengan keadaan. Disusunnya PMK No. 240/2016 menunjukan adanya keterkaitan dengan Permen ATR No. 13/2017. Dikarenakan ada keterkaitan perlu diadakan kerja sama atau koordinasi antar Menteri agar pencatatan blokir terlaksana dengan baik. Apabila hanya menyangkut urusan pertanahan saja maka merujuk pada Permen ATR sedangkan menyangkut juga dengan keuangan Negara maka perlu merujuk kepada PMK juga. Dengan begitu segala peraturan yang wajib dipatuhi telah diikut dengan tepat maka dapat dikatakanlah pencatatan blokir yang dilakukan sah di mata hukum.