Abstract:
Pada awal mula perkembangan hukum ketenagakerjaan, hubungan kerja
pengusaha dan pekerja atau buruh hanya dilihat dari sudut pandang hukum perdata.
Namun, dengan kemajuan dalam bidang pekerjaan serta teknologi, para pekerja
mendapatkan perhatian khusus dalam perlindungan bekerjanya melalui peraturan
perundang-undangan, konvensi-konvensi, deklarasi-deklarasi, serta programprogram
berkaitan dengannya. Seiring dengan waktu, bentuk pekerjaan menjadi lebih
kompleks dengan munculnya para swa-pekerja atipikal, membuat definisi serta
perlindungan terhadap pekerja semakin kompleks. Dengan munculnya fenomena
Virtual YouTuber sebagai content creator yang membuat konten dalam bentuk video
maupun livestream di seluruh dunia, termasuk Indonesia, perlindungan hak untuk
bekerja serta bekerja dengan layak bagi mereka menjadi dipertanyakan. Timbul
permasalahan bagaimana hakikat hukum kerjasama antara agensi dengan Virtual
YouTuber di Indonesia serta bagaimana Indonesia sendiri seharusnya meregulasi dan
menjamin perlindungan hak untuk bekerja secara layak bagi Virtual YouTuber sebagai
content creator. Dalam melindungi hak para pekerja, Indonesia menggunakan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
serta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan menganalisis lebih lanjut mengenai
masalah hakikat hukum kerjasama antara agensi dengan Virtual YouTuber di
Indonesia mengindikasikan bahwa kesepakatan mereka tergolong ke dalam perjanjian
untuk melakukan jasa-jasa tertentu berbasis pembagian keuntungan sesuai dengan
Pasal 1601 KUHPerdata. Walaupun memiliki karakteristik campur antara perjanjian
melakukan jasa-jasa tertentu dan perjanjian kerja yang menyebabkan seharusnya
ketentuan ketenagakerjaan Indonesia berlaku bagi agensi dan Virtual YouTuber sesuai
dengan Pasal 1601 KUHPerdata, hal tersebut menjadi sulit dikarenakan penegakkan
hukum ketenagakerjaannya akan sulit dilakukan, mengingat sifat individualitas
hubungan kerja Virtual YouTuber dengan agensinya, sehingga timbul suatu urgensi
bagi pemerintah Indonesia untuk membuat kebijakan khusus untuk melindungi para
Virtual YouTuber.