Abstract:
Arsitektur sebagai suatu karya seringkali mengapropriasi dan diapropriasi—perlu diketahui bahwa kata apropriasi tidak mengandung stigma moral—negatif maupun positif (Young, 2008: 18). Berdasarkan karya tulis “Telaah Kandungan Regionalisme-Kritis pada Gedung Sate: Apropriasi Arsitektur Dinasti Mughal”, Gedung Sate mengapropriasi arsitektur Dinasti Mughal—yang juga
merupakan apropriasi arsitektur dinasti-dinasti Indo-Islam dan India (Riady et al, 2022: 13). Temuan tersebut mengantar penelitian untuk membedah apropriasi dalam bangunan pemerintahan Hindia Belanda lainnya, yaitu massa adisi Gemeentehuis (Balai Kota) Bandung 1935. Berdasarkan tulisan Katam (2014) dan pengamatan langsung, GH Bandung 1935 memiliki karakteristik arsitektur
Wrightian. GH Bandung 1935 menarik untuk diteliti karena: bersifat simbolik; jarang dimuat dalam
tulisan; serta diduga merupakan pemaksaan budaya. Apropriasi dalam GH Bandung 1935 berbeda
dengan Gedung Sate—yang merupakan apropriasi budaya non-kaukasoid (non-kulit putih Eropa
dan Amerika) (Dinasti Mughal). Apropriasi dalam GH Bandung 1935 diduga merupakan wujud
pemaksaan budaya kaukasoid pada Bandung. Perancangan arsitektur mengkini yang mengapropriasi
langgam romantic art deco Bandung perlu memerhatikan karakter sebagai medium agar tidak
menyampaikan pesan serupa. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perwujudan apropriasi
arsitektur dalam GH Bandung 1935.
Penelitian menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada massa
pengembangan bangunan gedung Gemeentehuis (Balai Kota) Bandung pada tahun 1935 (sekarang
kantor Wali Kota Bandung). Pengumpulan data dilakukan melalui tinjauan pustaka dan observasi,
dilanjutkan deskripsi arsitektur Wrightian dan GH Bandung 1935. Analisis dilakukan dengan
membandingkan karakter arsitektur Wrightian dengan GH Bandung 1935. Kesimpulan ditarik dari
persamaan non-tipikal, persamaan dan perbedaan karakter arsitektur Wrightian dengan GH Bandung
1935.
Kesimpulan berupa perwujudan apropriasi arsitektur Wrightian dalam Gemeentehuis (Balai Kota)
Bandung 1935. GH Bandung 1935 mengapropriasi arsitektur Wrightian dalam wujud: 1. Komposisi
(proporsi, perletakan, tingkatan); 2. Elemen penyusun (ragam, bentuk); 3. Nilai warna; 4. Tekstur;
5. Siluet; 6. Penggunaan ornamen; 7. Konsep ornamen; 8. Bentuk ornamen. GH Bandung 1935
cenderung mengapropriasi arsitektur prairie Frank Lloyd Wright—terwujud dalam proporsi,
perletakan, tingkatan, ragam dan bentuk elemen penyusun, nilai warna, tekstur—ketimbang organic architecture—hanya terwujud dalam proporsi, siluet. Ornamen GH Bandung 1935 cenderung mengapropriasi organic architecture—terwujud dalam penggunaan, konsep, bentuk—ketimbang arsitektur prairie FLW—hanya terwujud dalam penggunaan.