Abstract:
Setiap kota memiliki karakter yang beraneka ragam. Adanya sebuah kota bisa diartikan
sebagai manifestasi elemen fisik-spasial dengan adanya aktivitas manusia sebagai pembentuk ruang
sebuah kota. Seiring berjalannya waktu, setiap kota juga mengalami perubahan yang membentuk
citra visual hingga kini seperti dari tatanan dan keraragamannya.
Jakarta sebagai salah satu kota metropolitan yang sudah mulai kehilangan sosok lokalitasnya
akibat globalisasi yang membuat pandangan nilai peradaban budaya barat atau non lokal lebih
praktis dan terkenal dibandingkan budaya ketimuran. Salah satu Kawasan di Jakarta yang
menggambarkan modern urban society adalah Kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kawasan ini terkenal oleh kegiatan perbelanjaan, kuliner, hingga hiburan lainnya sejak era 1990an.
Oleh karena itu, kawasan ini dijuluki The Little Tokyo karena kemiripan tatanan dan keragaman fisik
spasial dan suasana aktivitasnya. Sejak 2019, Kawasan ini perlahan mengalami peningkatan
keramaian karena hadir karena hadirnya moda transportasi terintegrasi seperti MRT. Moda tersebut
dilayani oleh Terminal dan Stasiun MRT Blok M. Di tahun yang sama, Blok M ditetapkan sebagai
salah satu dari lima kawasan TOD ( Transit Oriented Development ) pertama yang akan
dikembangjan oleh MRT Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap eksistensi keharmonisan lokal dan non lokal
melaui pandangan filosofi barat mengenai fungsionalitas dengan filosofi timur tentang nilai
keestetikaan mengenai interaksi elemen pelingkup fisik-spasial terhadap aktivitasnya.
Pengungkapan tersebut didasarkan pada nilai citra visual panorama ruang kota pada 3 titik amatan
di Kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif interpretatif dengan pendekatan kualitatif
yang disajikan melalui penilaian kuantifikasi semantik. Penelitian disajikan dengan melakukan
serial vision melalui titik amatan yang ditentukan untuk mengalami, mengamati, dan dokumentasi
fenomena ruang yang terjadi. Fenomena tersebut diungkap melalui sketsa pictorial graphic yang
kemudian dinilai secara semantik. Penilaian akan menentukan pada seberapa besar harmonisasi
antara nilai lokalitas terhadap elemen fisik-spasial.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tiap titik amatan di Kawasan Blok M ini belum
seluruhnya harmonis antara lokalitas terhadap citra visualnya. Nilai kelokalitasan terlihat secara
kontras pada beberapa elemen fisik dan aktivitasnya di titik amatan tertentu. Aktivitas bernilai lokal
dapat terwakili dengan perdagangan kaki lima yang menggunakan gerobak dengan aneka ragam
warna, kegiatan berkumpul, dan sebagainya.