Abstract:
Saat ini, industri furniture menjadi salah satu sektor industri yang berpotensi untuk
terus berkembang di pasar global. Akibatnya, peluang bisnis di industri furniture
meningkat dan membuat kondisi pangsa pasar menjadi sangat kompetitif. Oleh
karena itu, agar dapat survive dan menjadi market leader dalam pasar sejenisnya,
perusahaan harus menciptakan produk yang sesuai dengan harapan konsumennya,
salah satunya melalui kualitas produk itu sendiri.
Namun, sering kali selama proses produksi terjadi masalah yang
mengakibatkan kecacatan atau defect pada produk yang dapat menimbulkan
kerugian seperti yang terjadi pada salah satu perusahaan yang memproduksi
furniture di kota Bandung yaitu CV Indra Jaya Pratama. Saat ini, perusahaan
memiliki lebih dari 20 jenis kursi, salah satunya adalah kursi sekolah. Dari kelima
tipe kursi sekolah yang ada, tipe B-4929 menjadi tipe yang paling diminati
konsumen. Namun, di samping itu, tipe tersebut juga memiliki tingkat kecacatan
tertinggi di antara tipe lainnya yaitu dengan rata-rata kecacatan sebesar 9.72%
(Desember 2022 - Februari 2023). Kecacatan yang dihasilkan dapat dikategorikan
menjadi 6 tipe kecacatan. Tetapi, hanya 2 dari 6 tipe kecacatan yang dapat
menyebabkan kerugian yaitu hasil warna mengelupas dan beberapa komponen
kursi lepas. Berdasarkan hasil perbandingan antara analisis cause and effect
diagram dan wawancara, diketahui bahwa penyebab utama dari kedua tipe
kecacatan tersebut adalah faktor man dan faktor method .
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, sedangkan menurut manfaatnya penelitian ini menggunakan metode
applied research, dan menurut tujuannya penelitian ini menggunakan metode
deskriptif. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data melalui observasi,
wawancara dan data sekunder berupa laporan data produk Kursi Sekolah B-4929
yang mengalami kecacatan dalam 3 bulan terakhir. Berdasarkan hasil penelitian,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa perusahaan belum memiliki pengendalian
kualitas yang baik. Hal ini dapat dilihat dari inspeksi yang dilakukan perusahaan
hanya berada di tiga titik proses produksi dan ke tidak jelasan SOP yang dibuat oleh
perusahaan.