Abstract:
Fokus utama dari legal memorandum ini adalah mengkaji tentang
penggunaan Surat Keterangan Tanah (selanjutnya disebut sebagai SKT) sebagai
jaminan perjanjian utang piutang pada Credit Union Usaha Kita (selanjutnya
disebut sebagai CU Usaha Kita). Penulis menganggap bahwa praktik penggunaan
SKT sebagai jaminan merupakan suatu penyimpangan terhadap hakekat dari Hak
Tanggungan sebagai satu-satunya Lembaga jaminan Hak Atas Tanah di Indonesia,
dikarenakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
menegaskan bahwa hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan Hak Tanggungan
harus dapat dibuktikan kepemilikannya melalui sertipikat. Praktik penggunaan
SKT sebagai jaminan perjanjian utang piutang yang melibatkan CU Usaha Kita ini
memunculkan 2 (dua) pertanyaan yuridis, yakni: 1. Apakah suatu hak atas tanah
yang didukung dengan SKT dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan dan
digunakan sebagai jaminan, dan 2. Apakah konsekuensi hukum yang dapat timbul
dengan diterimanya SKT sebagai jaminan oleh CU Usaha Kita. Berdasarkan kajian
dan analisis yang penulis lakukan dalam legal memorandum ini, penulis dapat
mengambil kesimpulan berupa: 1. Surat Keterangan Tanah atau SKT tidak dapat
digunakan sebagai jaminan karena SKT bukan alat bukti kepemilikan hak atas tanah
sehingga SKT tidak dapat diberi Hak Tanggungan, dan 2. Konsekuensi yang dapat
timbul dengan diterimanya SKT sebagai “jaminan” oleh CU Usaha Kita adalah CU
Usaha Kita tidak berkedudukan sebagai Pemegang Hak Tanggungan, sehingga CU
Usaha Kita tidak mendapatkan keistimewaan yang ditawarkan kepada Pemegang
Hak Tanggungan.