dc.contributor.advisor |
Prijotomo, Josef |
|
dc.contributor.author |
Radityatama, Aurelia Maureen |
|
dc.date.accessioned |
2024-07-22T09:30:04Z |
|
dc.date.available |
2024-07-22T09:30:04Z |
|
dc.date.issued |
2022 |
|
dc.identifier.other |
skp45047 |
|
dc.identifier.uri |
http://hdl.handle.net/123456789/17819 |
|
dc.description |
6577 - FTA |
en_US |
dc.description.abstract |
Globalisasi dan modernisasi ikut berperan mempengaruhi arsitektur Indonesia. Semenjak Indonesia kedatangan arsitek-arsitek Eropa, arsitektur bergaya Eropa yang sangat kaya banyak ditemukan di Pulau Jawa karena besarnya potensi wilayah dalam strategi penjajahan Indonesia. Salah satunya adalah bangunan gereja. Pada saat awal arsitektur Eropa masuk ke Indonesia, masih banyak bangunan gereja yang bergaya Romanesque, Gotik, dan sebagainya. Dalam perkembangan Gereja Katolik dan pengaruh dari Konsili Vatikan II, kini banyak gereja Katolik di Indonesia yang sudah meninggalkan karakter arsitektur klasik Eropa dan semakin banyak yang berlanggam arsitektur lokal dan modern. Dengan demikian, terjadilah perpaduan gaya arsitektur dalam pembangunan. Bangunan Gereja Katolik di Yogyakarta merupakan salah satu bentuk nyata arsitektur hibrida dimana terjadi perpaduan antara arsitektur tradisional Jawa dengan arsitektur Gereja Eropa. Salah satu arsitek yang banyak merancang bangunan gereja di Indonesia adalah Josephus Theodorus Maria Smits van Oyen di periode awal abad 20-an. Dari sejarah ini, bangunan gereja Jawa oleh arsitek Belanda dalam masa penjajahan menarik untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan pemahaman bangunan yang lahir dari percampuran tersebut dan mengidentifikasikan keberadaan arsitektur tradisional Jawa dan arsitektur Gereja Eropa dari segi elemen-elemen arsitektur kedua langgamnya. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan cara mendeskripsikan keadaan fisik dan filosofi bangunan Gereja Katolik di Yogyakarta serta membandingkannya dengan teori bangunan arsitektur tradisional Jawa dan arsitektur Gereja Eropa. Selanjutnya hibrida dari keduanya dilakukan dengan pendekatan teori Regionalisme Arsitektur oleh Wondoamiseno (1991). Data bangunan gereja dikumpulkan dengan cara observasi lapangan dan studi pustaka. Data dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu bentuk massa dan tatanan ruang, elemen arsitektural dan struktural, interior, pelingkup bangunan dan ornamen ruang menjadi poin pembahasan arsitektur hibrida. Penelitian ini dilakukan dengan harapan berguna bagi kajian pengembangan Gereja Katolik di kemudian hari. |
en_US |
dc.language.iso |
Indonesia |
en_US |
dc.publisher |
Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik - UNPAR |
en_US |
dc.subject |
ARSITEKTUR GEREJA EROPA |
en_US |
dc.subject |
YOGYAKARTA |
en_US |
dc.subject |
GEREJA KATOLIK |
en_US |
dc.subject |
HIBRIDA |
en_US |
dc.subject |
ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA |
en_US |
dc.subject |
KONSILI VATIKAN II |
en_US |
dc.title |
Hibrida arsitektur tradisional Jawa dengan arsitektur Gereja Eropa : studi kasus Gereja Katolik Ganjuran, Gereja Katolik Bintaran, dan Gereja Katolik Pugeran, Yogyakarta |
en_US |
dc.type |
Undergraduate Theses |
en_US |
dc.identifier.nim/npm |
6111801084 |
|
dc.identifier.kodeprodi |
KODEPRODI611#Arsitektur |
|