dc.description.abstract |
Dalam praktik kehidupan sehari-hari, tidak jarang terjadi objek yang sedang dibebani
Hak Tanggungan dialihkan kepada pihak ketiga sebelum proses pelunasan utang kepada Bank
selesai. Akan tetapi, pengalihan objek Hak Tanggungan akan menimbulkan masalah hukum
apabila dilakukan tanpa pemberitahuan atau persetujuan tertulis terlebih dahulu dari bank
sebagai kreditur pemegang Hak Tanggungan. Hal ini menyebabkan tidak adanya pembaharuan
utang atau novasi dari debitur kepada pembeli objek Hak Tanggungan. Terlebih, apabila di
kemudian hari pihak ketiga sebagai pembeli objek Hak Tanggungan mengalami kredit macet,
sehingga tidak dapat melanjutkan angsuran debitur pemberi Hak Tanggungan kepada Bank.
Dalam hal debitur cidera janji, Bank memiliki wewenang untuk melakukan lelang eksekusi
objek Hak Tanggungan untuk mengambil pelunasan atas piutangnya. Meskipun demikian, Bank
dalam menetapkan nilai limit lelang kerap kali berada di bawah harga pasar yang menyebabkan
hasil penjualan lelang tidak dapat melunasi sisa utang debitur kepada Bank. Oleh karena itu,
dalam Legal Memorandum ini dengan metode penelitian yuridis normatif, penulis akan menilai
keabsahan lelang eksekusi tanah dan bangunan objek Hak Tanggungan, terutama dalam
prosedur penetapan nilai limit yang dilakukan oleh Penaksir Internal Bank. Selain itu, dalam
Legal Memorandum ini juga akan dibahas mengenai legal standing dan upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh pembeli objek Hak Tanggungan.
Adapun, untuk menilai keabsahan lelang, perlu dianalisis bahwa pemindahan hak
dengan lelang hanya dapat didaftarkan apabila dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang
dibuat oleh Pejabat Lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 41 PP No. 24/1997. Adapun, terkait
dengan teknis tata cara pelaksanaan lelang diatur dalam PMK No. 213/2020, di mana salah satu
syarat penting dalam pelaksanaan lelang adalah penetapan nilai limit. Penetapan nilai limit
dengan nilai limit di bawah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) harus didasarkan pada
laporan hasil penaksiran oleh Penaksir sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan
Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI). Sehingga, dalam melakukan penetapan nilai limit, Penaksir
Internal Bank harus memenuhi kriteria dalam prosedur penentuan nilai limit terkait metode
penelitian sebagaimana diatur dalam SPI dan KEPI. Di mana, dalam melakukan analisis pasar,
Penaksir Internal Bank harus mempertimbangkan kriteria analisis nilai pasar yaitu
menguntungkan secara finansial dan menghasilkan nilai tertinggi dengan menerapkan prinsip
objektivitas, perilaku profesional dan kompetensi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya lelang eksekusi
Hak Tanggungan dikatakan sah apabila dapat dibuktikan dengan Kutipan Risalah Lelang yang
dibuat Pejabat Lelang dan telah dilakukan pendaftaran hak, serta dilakukan balik nama kepada
sebagai pembeli lelang. Selanjutnya, berkaitan dengan prosedur pelaksanaan lelang, terutama
penetapan dalam nilai limit lelang, Penaksir Internal BSI dalam membuat laporan hasil
penaksiran nilai limit lelang eksekusi objek Hak Tanggungan dengan harga penjualan lelang
harus berdasarkan kriteria sebagaimana diatur dalam SPI dan KEPI. Selain itu, pihak yang
memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum kepada Bank
atas kesalahan ayau kelalaian Penaksir Internal Bank yang adalah debitur pemberi Hak
Tanggungan. Hal ini dikarenakan debitur adalah pihak yang merasa dirugikan atas harga lelang
yang terlalu rendah dan prosedur pelaksanaan lelang yang tidak tepat. Dengan demikian,
karena tidak adanya legal standing dari pembeli objek Hak Tanggungan untuk melakukan upaya
hukum, penulis merasa bahwa pembeli objek Hak Tanggungan dapat melakukan negosiasi
dengan debitur pemberi Hak Tanggungan agar mengajukan gugatan atas dasar Perbuatan
Melawan Hukum kepada Bank sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesalahan atau
kelalaian Penaksir Internal Bank yang tidak sesuai dengan prosedur penetapan nilai limit lelang
yang tidak berpedoman pada SPI dan KEPI. |
en_US |