Abstract:
Sebuah daerah yang berada di jantung Pulau Bali yaitu Ubud dijuluki sebagai spirit of Bali.
Masyarakat Ubud melestarikan Budaya Bali dengan konsisten selama berabad-abad. Namun,
keberadaan arsitektur Bangunan-Bangunan Utama Maya di Ubud yang bergaya Non-Bali sangat
diminati oleh turis lokal dan non-lokal. Penelitian ini membahas wujud-wujud Kebudayaan Bali
dalam Arsitektur Resort Maya Ubud khususnya pada bangunan-bangunan utamanya, beserta
interpretasi jenis tindakan pelestarian yang telah dilakukan. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif-analitik dengan penjabaran data lapangan dan membuat analisis berdasarkan
pendekatan Teori Arsitektur, Teori Kebudayaan dan Teori Pelestarian. Objek penelitian dilihat
berdasarkan susunan fisik elemen arsitektur mencakup bentuk bangunan dan bentuk tapak. Aspek
bangunan, dikategorikan sebagai elemen selubung luar (atap, fasad, entrance, ornamen/dekorasi)
dan selubung dalam (komposisi ruang, plafon, dinding, lantai, ornamen/dekorasi). Sedangkan pada
aspek tapak, pembahasan dikerucutkan pada ruang luar sekitar bangunan meliputi lingkungan tapak
sekitar (pelataran, selasar, ampiteater) dan benda-benda terkait (Ornamentasi). Budaya Bali dilihat
sebagai wujud-wujud sistem ide, sistem sosial dan sistem fisik pada Bangunan Utama. Relasi antar
Kebudayaan dan Arsitektur diinterpretasikan dalam konteks waktu masa kini, sehingga diperlukan
reinterpretasi terhadap pemahaman pelestarian Budaya Bali dalam Arsitektur Resort Maya Ubud.
Sistem ide merupakan adaptasi dari filosofi Tri Hita Karana dilihat pada zonasi ruang dengan
membentuk keseimbangan hubungan antara Tuhan-Manusia-Alam, filosofi Manik Ring Cupupu
dipreservasi pada area-area publik dengan mempertahankan dan memanfaatkan alam di sekitar,
filosofi Desa Kala Patra mendukung gaya Arsitektur Tradisional Bali untuk membentuk ruang dan
suasana Bali dengan pola baru menyesuaikan dengan tuntutan zaman. Wujud ide juga didukung oleh
konsep arsitektur Bali seperti Rwa Bhineda untuk menciptakan keharmonisan antara kekuatan yang
berlawanan, konsep Tri Angga dan Tri Loka untuk memperlihatkan hierarkis tempat, serta konsep
Nawa Sanga untuk membentuk keseimbangan alam secara horizontal; Sistem sosial kebudayaan
Bali masi dijaga dengan baik melalui tindakan preservasi mempertahankan budaya keramahan tegur
sapa tradisi, pakaian adat, dan ritual spiritual; Serta sistem fisik sebagai wujud nyata yang dapat
dilihat berdasarkan klasifikasi bangunan, material, dan warna dengan adaptasi terhadap tuntutan
zaman dan preservasi Arsitektur Tradisional Bali untuk memperlihatkan bangunan non-Bali yang
layak berada di Bali.