Abstract:
Tindak Pidana Korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena dilakukan oleh Pejabat yang berwenang dan merugikan negara pada khususnya. Karena merupakan kejahatan luar biasa, maka pengaturan tindak pidana korupsi pun sangatlah khusus baik dari sisi hukum materil maupun hukum formil. Dalam penelitian ini penulis ajukan 2 (dua) permasalahan hukum yaitu: Apakah Tindak Pidana Korupsi dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa sehingga untuk pemberantasannya memerlukan sarana-sarana hukum khusus yang menyimpang dari aturan umum hukum pidana?; dan Dalam kerangka pembaharuan RUU-KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana Indonesia apakah tindak pidana korupsi sebaiknya diatur didalam KUHP atau tetap diatur di luar KUHP? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis guna memperoleh gambaran peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dimana penulis mengkaji bahan hukum primer, sekunder serta tersier. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Di dalam undang-undang tindak pidana khusus terdapat ketentuan-ketentuan yang menyimpang baik dalam ketentuan hukum pidana umum (KUHP) maupun ketentuan hukum acara pidana (KUHAP). Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi merupakan aturan yang mempunyai sifat kekhususan, baik menyangkut Hukum Pidana Formal (Acara) maupun Materil (Substansi); dan Semua instrumen untuk melakukan pemberantasan korupsi secara cepat, optimal, dan efektif tersebut tidak ada lagi, ketika tindak pidana korupsi diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU-KUHP). Meski pasal peralihan dalam RUU tersebut mengatur tentang penyesuaian yang dilakukan selama jangka waktu 3 tahun, ketentuan tersebut hanya dapat ditafsirkan sebagai “pencabutan terhadap berbagai ketentuan Hukum Pidana Khusus”, yang tindak pidananya sudah diatur dalam RUU-KUHP.