Abstract:
Perkembangan manusia di bidang teknologi semakin maju seiring dengan zaman yang terus berkembang. Perkembangan teknologi tersebut hamper berpengaruh di semua bidang kehidupan manusia, seperti kesehatan, transportasi, maupun finansial. Inovasi teknologi di bidang finansial disebut sebagai financial technology (fintech). Ada macam-macam jenis dari fintech, salah satunya adalah peer to peer lending. Peer to peer lending merupakan salah satu inovasi teknologi di dalam bidang finansial (fintech) yang dimana merupakan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Layanan peer to peer lending ini memiliki tujuan untuk mempertemukan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman di dalam sebuah platform itu sendiri. Peer to peer lending merupakan hal yang dapat dikatakan cukup baru di Indonesia, oleh sebab itu, peraturan yang mengatur tentang bisnis ini dapat dibilang belum cukup konprehensif, sehingga masih terdapat celah-celah untuk melakukan pelanggaran oleh perusahaan peer to peer lending itu seperti shadow banking yang singkatnya merupakan aktivitas atau kegiatan bank yang dijalankan oleh lembaga keuangan non- bank. Penulis akan meneliti Pasal 24 POJK Nomor 77/ POJK.01/2016 dikaitkan dengan shadow banking yang dilarang dilakukan di dalam aktivitas peer to peer lending. Dari penelitian ini, penulis melihat bahwa terdapat celah praktik shadow banking yang dilakukan oleh penyelenggara peer to peer lending dalam pengelolaan dana dan juga penulis melihat pengawasan dari OJK selaku lembaga pengawas dan pengatur peer to peer lending belum efektif karena praktik tersebut benar-benar ada dan dilakukan oleh penyelenggara peer to peer lending.