Abstract:
Manusia pada hakikatnya merupakan konsumen karena dalam kehidupan sehariharinya memakai dan/atau menikmati produk. Produk tersebut bisa barang dan/atau jasa yang beredar di kalangan masyarakat. Produk tersebut tentu diperoleh melalui proses transaksi jual-beli. Semakin berkembangnya teknologi, transaksi jual-beli yang awalnya melalui barter berkembang menjadi Electronic Money (e-money). Kemunculan e-money ini mempermudah transaksi jual-beli karena setiap orang tidak perlu lagi membawa uang dalam bentuk kertas. E-money mempunyai keuntungan lainnya yaitu praktis dibawa kemana saja karena salah satunya bentuknya berupa kartu, salah satunya Starbucks Card. Starbucks Card yang diterbitkan oleh PT. Sari Coffee Indonesia merupakan e-money yang mempermudah konsumen untuk membeli produk Starbucks. Manfaat Starbucks Card tidak hanya untuk membayar produk yang dibeli di gerai Starbucks Coffee Indonesia, tetapi juga memberikan penawaran menarik seperti poin rewards yang dapat dikumpulkan tiap kali konsumen bertransaksi di Starbucks menggunakan Starbucks Card. Atas dasar itulah, Starbucks Card banyak beredar di masyarakat dan mendorong pemerintah untuk melakukan pengawasan agar penggunaan emoney tersebut tidak merugikan pihak manapun terutama konsumen. Pengawasan dengan cara memastikan keberadaan e-money (Starbucks Card) tidak menyimpang dari peraturan yang mengatur mengenai alat pembayaran di Indonesia dan Undang- Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pada praktiknya ada perjanjian baku, yang dimana pengguna e-money harus setuju dengan segala klausula yang dicantumkan sebagai syarat penggunaan dari e-money tersebut. Maka itulah perlu adanya pengawasan agar penerbit e-money tidak mencatumkan klausula yang dirasa dapat mencederai pengguna (konsumen) e-money.