Abstract:
Salah satu trend fashion yang sedang melanda Indonesia adalah trend fashion pakaian thrifting, dimana pakaian thrifting ini adalah pakaian impor bekas yang memiliki merek yang terkenal (branded) serta dijual dengan harga yang lebih murah daripada pakaian baru dan kualitasnya masih cukup baik. Dengan tingginya minat masyarakat terhadap trend fashion thrifting, maka banyak juga pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya di bidang thrifting. Pada tahun 2023, bisnis pakaian thrifting resmi dilarang di Indonesia, diikuti dengan dilakukannya upaya penggerebekan, penyitaan, serta pemusnahan pakaian thrifting secara mendadak. Hal ini menyebabkan pelaku usaha thrifting menjadi mengalami kerugian. Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui apakah pelaku usaha pakaian thrifting yang dirugikan dapat mengajukan upaya gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Perdagangan, Kepolisian, serta Kementerian Keuangan selaku penguasa yang berhubungan dengan permasalahan bisnis pakaian thrifting di Indonesia, diikuti dengan membahas mengenai kemungkinan bentuk ganti rugi yang dapat diterima oleh pelaku usaha thrifting atas kerugian yang dialaminya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yakni dengan meneliti serta menelaah berbagai peraturan perundang-undangan, teori, konsep, serta literatur hukum yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum serta fenomena thrifting. Hasil dari penelitian ini adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Perdagangan, Kepolisian, serta Kementerian Keuangan dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) sesuai dengan pengaturan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga pelaku usaha thrifting yang dirugikan dapat mengajukan upaya gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa kepada keempat lembaga negara tersebut. Adapun bentuk ganti rugi yang dapat diterima oleh pelaku usaha thrifting yang dirugikan adalah ganti rugi berdasarkan pada Pasal 1243 KUH Perdata untuk mengganti kerugian materialnya, sedangkan untuk ganti kerugian immaterial, karena sulitnya pembuktian kerugiannya secara konkrit, maka besaran jumlah ganti ruginya dapat ditentukan sendiri oleh pelaku usaha thrifting yang dirugikan. Penentuan apakah ganti rugi atas kerugian immaterial yang dimintakan dapat dikabulkan atau tidak akan ditentukan oleh hakim yang menangani perkara ini.