Abstract:
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang melakukan suatu pekerjaan atas dasar perintah dari pengusaha atau pemberi kerja dan harus patuh terhadap perintah sehingga atas pekerjaannya itu pekerja/buruh mendapatkan upah atau imbalan dalam bentuk lain. Setiap warga negara di Indonesia termasuk pekerja atau buruh itu berhak untuk mendapatkan hak kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Hak berserikat dan berkumpul yang telah diatur dalam konstitusi negara melalui Undang-Undang Dasar 1945 itu secara konkret diwujudkan dalam sebuah organisasi serikat pekerja. Dalam dunia kerja, dikenal pekerja rumahan yang merupakan pekerja memiliki hubungan kerja dengan suatu perusahaan untuk melakukan suatu pekerjaan di tempat selain tempat pemberi kerja yaitu rumah mereka masing-masing. Pekerja rumahan ini masih kurang mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun publik karena keberadaanya yang dibedakan dengan pekerja formal sehingga pekerja rumahan sering dianggap tidak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum sebagai seorang pekerja. Dalam pengaturan serikat pekerja pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh itu hanya mengatur subjek hukum pekerja sedangkan pekerja rumahan ini belum jelas statusnya sebagai pekerja atau penyedia jasa. Oleh karena itu, dengan adanya aturan tentang pendirian serikat pekerja tersebut akan timbul pertanyaan apakah pekerja rumahan itu bisa mendirikan serikat pekerja apabila statusnya bukan pekerja dan apakah asosiasi informal yang didirikan oleh pekerja rumahan bisa disetarakan kedudukannya dengan serikat pekerja sehingga hak berserikat pekerja rumahan terpenuhi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan mengacu pada sumber data primer berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku, sumber data sekunder dengan menggunakan buku ilmiah terkait, jurnal dan makalah yang terkait, artikel baik cetak maupun elektronik dan sumber data tersier melalui Kamus Istilah Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).