Abstract:
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perkara No. 798/PID. B/2022/PN. JKT.SEL. yang menetapkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai Saksi Pelaku yang bekerja sama (Justice Collaborator) dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana. Fokus utama dari penelitian ini adalah untuk melihat pertimbangan hukum hakim yang menyatakan Terdakwa sebagai Justice Collaborator dalam tindak pidana umum, khususnya dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana. Penelitian ini mengangkat rumusan masalah yaitu : Apakah pertimbangan hukum hakim dalam putusan nomor 798/PID.B/2022/PN. JKT.SEL yang didalamnya terdapat Justice Collaborator sebagai unsur yang meringankan sudah tepat dan dapat dibenarkan? Hasil dari penelitian ini adalah penalaran hukum hakim mengenai status Justice Collaborator bagi Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dapat dianggap valid namun tidak tepat dan tidak dapat dibenarkan. Meskipun hakim menggunakan metode deduktif dengan konsistensi antara premis mayor dan minor, namun terdapat ketidaksesuaian antara premis mayor dengan premis minor terkait tindak pidana pembunuhan berencana. Hakim seharusnya lebih fokus pada asas-asas umum hukum pidana, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), untuk menjaga kecocokan antara pertimbangan hakim dan dasar hukum yang relevan. Selain itu, terlihat inkonsistensi dalam pertimbangan hakim terkait keadaan darurat atau membahayakan jiwa Terdakwa, yang seharusnya lebih mempertimbangkan dasar hukum dalam KUHP, khususnya Pasal 51 yang mengatur alasan penghapus pidana. Penggunaan UU No. 31/2014 pada kasus tindak pidana umum menciptakan inkonsistensi logika dalam pertimbangan hukum hakim, yang mungkin dipengaruhi oleh tekanan masyarakat yang berpendapat bahwa Terdakwa tidak bersalah.