Abstract:
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, telah diamanatkan bahwa karya fotografi merupakan ciptaan yang dilindungi. Merujuk pada hal tersebut, fotografer selaku pencipta memiliki hak eksklusif yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak eksklusif tersebut berguna untuk membatasi orang lain dalam melakukan penggunaan ciptaan, yang mana setiap orang diwajibkan untuk meminta izin kepada pencipta apabila akan menggunakan ciptaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Namun pada realitanya, ditemukan terjadinya pelanggaran yang sangat masif terhadap karya fotografi potret untuk kepentingan komersial. Bahkan, ditemukan sebagian besar fotografer mengalami penyalahgunaan tersebut hingga berulang kali. Keadaan ini menunjukkan bahwa adanya kesenjangan antara hukum yang dikehendaki (das sollen) dengan realita yang terjadi (das sein). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis problematika penegakan hukum atas pelanggaran hak eksklusif pencipta untuk kepentingan komersial. Penelitian dilakukan menggunakan metode yuridis sosiologis dengan menyebarkan kuesioner kepada 10 (sepuluh) fotografer asal Jakarta dan mewawancarai 5 (lima) pemerhati dan 2 (dua) asosiasi fotografer melalui telepon dan e-mail. Berdasarkan data dan analisis yang penulis dapatkan, ditemukan bahwa intensitas penyalahgunaan karya fotografi potret untuk kepentingan komersial masih cukup tinggi yang disebabkan oleh beberapa faktor, sehingga penegakan hukum atas pelanggaran hak eksklusif pencipta untuk kepentingan komersial dinilai belum optimal. Menghadapi hal tersebut, seluruh fotografer telah mengetahui bahwa terdapat hak eksklusif yang perlu dipertahankan, namun sebagian besar fotografer belum menempuh langkah yang benar dan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta.