Abstract:
Kakao dan salak merupakan dua tanaman budidaya di Indonesia. Produksi kakao
dan salak yang melimpah di Indonesia meninggalkan limbah yang masih belum optimal
pengolahannya sehingga memunculkan banyak kesempatan untuk dimanfaatkan. Limbah
dari kedua hasil budidaya tersebut adalah kulitnya yang mengandung lignoselulosa yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber biomassa pada pembuatan karbon aktif. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan konsentrasi katalis CeCl3 pada luas
permukaan karbon aktif yang terbentuk.
Penelitian ini dilakukan menggunakan proses karbonisasi hidrotermal dengan
katalis CeCl3 dan aktivasi hydrochar secara kimia dengan menggunakan aktivator berbeda
berupa ZnCl2 untuk kulit kakao serta KOH untuk kulit salak. Pada proses karbonisasi
hidrotermal (HTC), biomassa kulit kakao ataupun kulit salak digunakan sebanyak 4 gram
dan katalis CeCl3 dengan variasi sebesar 8, 80, dan 400 mg untuk kulit kakao serta 8 dan
400 mg untuk kulit salak. Pada proses HTC dengan katalis dilakukan pada reaktor teflon
autoklaf serta dipanaskan dalam oven selama 18 jam pada temperatur 225 °C. Proses HTC
dengan katalis CeCl3 bertujuan untuk mempelajari pengaruhnya terhadap porositas yang
terbentuk. Proses aktivasi kimia yang berbeda juga dilakukan setelah HTC dengan
menggunakan aktivator ZnCl2 untuk kulit kakao dan KOH untuk kulit salak dengan
perbandingan massa 1:4 (hydrochar : aktivator). Proses aktivasi dilakukan dengan furnace
tubular pada temperatur 600 °C untuk kulit kakao dan 800 °C untuk kulit salak. Kemudian,
pada karbon aktif dan hydrochar yang dihasilkan akan dilakukan karakterisasi dengan
analisis BET, FTIR, XRD, Raman, dan SEM.
Penggunaan katalis CeCl3 pada proses karbonisasi hidrotermal untuk kulit kakao
dan kulit salak akan mempengaruhi yield, gugus fungsi, dan karakteristik permukaan yang
diperoleh. Penggunaan katalis CeCl3 serta penambahan konsentrasinya akan meningkatkan
yield hydrochar yang diperoleh. Serta yield karbon aktif dari kulit salak lebih kecil
dibandingkan karbon aktif dari kulit kakao akibat penggunaan aktivator KOH pada kulit
salak dan ZnCl2 pada kulit kakao. Kemudian, penggunaan konsentrasi katalis CeCl3 yang
semakin tinggi akan membuat luas permukaan hydrochar yang diperoleh berkurang akibat
penyumbatan pori. Namun, penggunaan konsentrasi katalis yang lebih tinggi pada karbon
aktif dari kulit kakao tidak berpengaruh secara signifikan pada luas permukaan yang
diperoleh. Sedangkan penggunaan konsentrasi katalis yang lebih tinggi pada karbon aktif
dari kulit salak akan meningkatkan luas permukaan yang diperoleh secara signifikan.
Dengan hasil terbaik pada konsentrasi katalis CeCl3 sebesar 400 mg yang memiliki luas area
sebesar 1508,49 m2/g. Penggunaan katalis CeCl3 pada karbon aktif dari kulit salak juga
menunjukkan penurunan nilai La, Lc, dan peningkatan nilai ID1/IG yang menunjukan struktur
yang lebih defect atau tidak teratur akibat peningkatan luas permukaan. Hal tersebut juga
ditunjukkan pada hasil SEM yang memiliki struktur tidak teratur pada penambahan katalis
dibandingkan karbon aktif tanpa katalis.