Abstract:
Peningkatan emisi gas rumah kaca yang diproduksi oleh aktivitas manusia telah menyebabkan pemanasan global dengan laju yang semakin cepat setiap tahunnya. Pemanfaatan pembangkit listrik terbarukan seperti dari tenaga angin dan sinar matahari juga masih belum maksimal akibat fluktuasi energi yang dihasilkan dan penyimpanan energi yang terbatas. Proses power to gas dapat menjadi alternatif solusi untuk menyimpan energi listrik dalam bentuk lain melalui proses elektrolisis air untuk menghasilkan gas hidrogen dan mereaksikannya dengan emisi gas rumah kaca, yaitu gas karbon dioksida untuk membentuk gas metana yang dapat disimpan dalam infrastruktur gas alam yang sudah ada. Penerapan dari proses ini memiliki tantangan tersendiri untuk dapat memiliki fleksibilitas terhadap sumber listrik pada proses elektrolisis dan gas hidrogen pada proses metanasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kondisi operasi dan modifikasi proses pada tahap metanasi proses power to gas dengan model TREMP terhadap temperatur maksimum reaktor dan perolehan komposisi metana pada gas SNG yang dihasilkan. Reaksi metanasi yang bersifat eksotermis dan umpan gas hidrogen yang fluktuatif dapat menyebabkan thermal runaway ketika konsentrasi umpan meningkat. Simulasi proses dilakukan dengan menggunakan software ASPEN Plus dengan analisa sensitivitas untuk mengetahui kondisi dan modifikasi proses agar tahap metanasi dapat memiliki fleksibilitas terhadap perubahan komposisi umpan (feed ratio).
Pada penelitian ini, hasil model reaktor RGibbs mampu mensimulasikan reaksi metanasi yang diharapkan meskipun stoikiometri reaksi yang terbentuk tidak dispesifikasi dalam simulasi seperti model REquil. Kebutuhan recycle ratio minimum pada keluaran reaktor pertama agar temperatur keluaran reaktor tidak melebihi batas maksimum dari katalis nikel yang digunakan akibat perubahan komposisi umpan adalah 0,74. Dari segi tekanan operasi ketika diturunkan relatif hanya sedikit berpengaruh terhadap konversi gas metana namun akan meningkatkan kebutuhan volume setiap aliran dan unit proses. Setiap perubahan komposisi umpan (feed ratio) memerlukan jumlah reaktor yang berbeda untuk memenuhi produk gas SNG dengan komposisi metana yang diharapkan. Pada kondisi umpan gas hidrogen dibuat berlebih, jumlah reaktor yang diperlukan ketika feed ratio jauh dari rasio stoikiometri reaktan (FCO2/FH2=0.1-0.21) hanya satu reaktor dan ketika feed ratio mendekati rasio stoikiometri (FCO2/FH2=0.22-0.25) diperlukan dua reaktor. Kemudian pada kondisi umpan gas karbon dioksida dibuat berlebih, diperlukan tiga reaktor untuk rentang feed ratio sebesar 0,25-0,5 dan menghasilkan tingkat fleksibilitas umpan tertinggi dengan rentang feed ratio paling luas dibandingkan konfigurasi TREMP menggunakan jumlah reaktor yang lebih rendah. Pada tahap ini, reaktan dibuat berlebih selain untuk memudahkan proses separasi sisa reaktan juga ditujukan agar proses reaksi metanasi dapat berjalan dengan maksimal sampai salah satu reaktan hanya tersisa dalam jumlah kecil. Teknologi proses pemisahan sisa reaktan gas hidrogen cenderung lebih rumit dan mahal dibandingkan dengan pemisahan gas karbon dioksida. Dalam hal penentuan jangkauan feed ratio yang ingin ditetapkan selain tingkat kedinamisan dari feed ratio juga beban pemisahan sisa reaktan yang semakin besar ketika feed ratio semakin menjauhi rasio stoikiometri.