Abstract:
Seiring berkembangnya zaman, semakin berkembang pula tindak kejahatan
yang terjadi, termasuk pula kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana
penipuan. Kejahatan sebagai suatu fenomena yang kompleks harus dipahami dari
berbagai sisi, dapat dilihat dari banyaknya sudut pandang orang-orang terhadap
suatu kasus. Perkembangan teknologi, informasi, pengetahuan, bahkan
perkembangan hukum ikut pula berimbas pada perkembangan kejahatan. Semakin
rumit suatu peraturan yang ada seolah memaksa pelaku untuk melakukan inovasi
dalam melaksanakan kejahatannya. Perkembangan yang terjadi dalam tindak
pidana penipuan salah satunya adalah dengan menggunakan hipnotis untuk
melancarkan aksi kejahatannya. Seperti adagium “hukum tertatih-tatih di belakang
perkembangan zaman”, menjadi suatu pertanyaan apakah penggunaan hipnotis
yang mulai banyak berkembang dalam tindak pidana penipuan ini masih bisa dijerat
dengan Pasal 378 KUHP sebagai pasal yang mengatur mengenai tindak pidana
penipuan secara umum atau tidak. Ketika ada suatu perkembangan dalam tindak
pidana namun kaidah hukum yang mengatur terkait hal tersebut tidak pula turut
berkembang, maka dikhawatirkan akan terjadi kekosongan hukum yang akan
berdampak pada gagal dipenuhinya kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.
Di Indonesia terdapat beberapa kasus penipuan dengan hipnotis ini yang
telah menjalani proses pemeriksaan hingga penuntutan ke pengadilan. Hal yang
menarik adalah digunakannya Pasal 378 KUHP sebagai dasar penuntutan kasus
penipuan dengan teknik hipnotis ini padahal dalam unsur daya upaya Pasal 378
KUHP, hipnotis tidak termasuk didalamnya. Maka dengan menggunakan metode
penelitian yuridis psikologis, yang dilakukan dengan menganalisis aturan hukum
terkait serta berdasarkan hasil wawancara dengan ahli, penulisan hukum ini akan
membahas terkait penggunaan hipnotis dalam tindak pidana penipuan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hipnotis tidak dapat
secara langsung dianggap menjadi bagian dari daya upaya dalam Pasal 378 KUHP,
namun memang terdapat unsur dari daya upaya yang bersinggungan dengan unsur
dari hipnotis ini. Sehingga perlu adanya pembaharuan hukum pidana terkhususnya
yang berkaitan dengan penipuan agar penggunaan hipnotis dalam penipuan dapat
diatur secara lebih tepat sebagai salah satu bentuk daya upaya dalam penipuan.