Abstract:
Dwangsom atau uang paksa pada Pasal 606, Pasal 606a, dan pasal 606b Reglement Op
De Rechtvordering memiliki tujuan untuk memberikan upaya paksa sebagai salah satu
pemberian hukuman kepada terhukum, agar terhukum bersedia menjalankan
hukumannya. Dwangsom merupakan tuntutan tambahan yang ditujukan kepada suatu
putusan hakim, terhadap objek yang bukan mengenai suatu pembayaran uang. Eksekusi
dwangsom dijalankan setelah adanya keputusan hakim, dengan diberikan ketetapan
mengenai pelaksanaan hukuman, yang berisikan jika terhukum tidak menjalankah
hukumannya, akan dikenakan pembayaran dwangsom setiap keterlambatan atas
pelaksanaan hukuman. Dwangsom dalam praktik, seringkali diajukan terhadap putusan
akhir. Putusan hakim secara golongan dibagi menjadi dua, yaitu putusan akhir dan
putusan sela, dalam putusan sela terdapat salah satunya yaitu putusan provisi yang
diatur pada Pasal 180 ayat (1) Het Herziene Indonesisch Reglement, Pasal 191 ayat (1)
Rechtreglement voor de Buitengwesten, dan Pasal 332 Reglement Op De
Rechtvordering. Putusan provisi merupakan uitvoerbaar bij vooraad, ditujukan untuk
diadakan suatu tindakan pendahuluan sementara yang mendesak, demi kepentingan
salah satu atau para pihak, sebelum putusan akhir diputuskan. Putusan provisi dapat
diputus hakim berdasarkan adanya alat bukti yang sah, atau adanya keputusan inkracht.
Eksekusi putusan provisi dilakukan setelah putusan provisi ditetapkan atau setelah
putusan menjadi inkracht, dengan diberikan penetapan pelaksanaan yang
memerintahkan terhukum melaksanakan putusan pendahuluan tersebut. Putusan provisi
juga memerintahkan Penggugat, untuk memberikan jaminan apabila putusan provisi
dikemudian hari dibatalkan pada tingkat banding atau kasasi. Permasalahannya
bagaimana jika dwangsom diajukan terhadap putusan provisi, serta bagaimana
penerapan dan pelaksanaannya. Guna menjawab permasalahan tersebut, dilakukan
penelitian secara yuridis normatif dan rechtvinding atau penemuan hukum, dimana
Penulis menggunakan bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder,
dan tersier yang berkaitan dengan penerapan dwangsom dan penerapan putusan provisi
dalam proses beracara secara perdata.