Analisis yuridis tentang penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian pemesanan jual beli office space

Abstract

Perkembangan zaman yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan transaksi jual beli juga menjadi meningkat, salah satunya dalam hal jual beli properti berupa office space. Pengaturan mengenai office space belum diatur secara tersendiri di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun untuk pengaturannya dapat menggunakan aturan mengenai rumah susun, sebab konsep kepemilikan office space sama dengan konsep kepemilikan rumah susun yaitu menggunakan konsep kepemilikan strata title. Pada prakteknya, dalam proses transaksi jual beli office space, pengembang menggunakan perjanjian pendahuluan yaitu Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) sebelum pembuatan dan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) dihadapan pejabat yang berwenang untuk dilakukannya perpindahan hak milik atas satuan unit office space. Namun, pada praktiknya mulai muncul Perjanjian Pemesanan yang biasanya juga disebut dengan Surat Pesanan ataupun Surat Tanda Pemesanan (STP) sebagai sebuah solusi untuk mengikat pengembang dengan calon pembeli yang dikarenakan syarat kepastian untuk membuat PPJB belum terpenuhi dan pihak pengembang tetap ingin melakukan penjualan lewat pemasaran sebelum bangunan fisik dari gedung office space-nya berdiri. Pada perjanjian pemesanan terdapat hak dan kewajiban bagi para pihak yang harus dilakukan setelah para pihak menyepakati perjanjian pemesanan jual beli office space tersebut. Perjanjian pemesanan biasanya dibuat secara sepihak oleh pengembang dan mengenai isinya telah distandarisasi, sehingga perjanjian pemesanan merupakan perjanjian standar atau baku. Dalam perjanjian pemesanan seringkali terjadi permasalahan di dalamnya, yang mana salah satunya adalah karena adanya cacat kehendak yang berupa Penyalahgunaan Keadaan dalam membuat kesepakatan pada perjanjian pemesanan tersebut. Oleh karena itu, dalam penulisan hukum ini akan dikaji dan dianalisis mengenai cara mengidentifikasi terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian pemesanan jual beli office space dan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan suatu penyalahgunaan keadaan terjadi dalam perjanjian pemesanan jual beli office space. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan beberapa peraturan perundang-undangan antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman, Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman, dan seterusnya. Penelitian ini akan meninjau terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian pemesanan jual beli office space dengan menggunakan permasalahan yang telah ada pada prakteknya dalam perjanjian pemesanan jual beli properti seperti salah satu contohnya adalah apartemen yang telah dipersamakan dengan office space dan rumah susun dengan mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang ada di dalam putusannya, serta dengan melihat perkembangan yang mungkin dapat terjadi di kemudian hari dalam perjanjian pemesanan jual beli office space.