dc.description.abstract |
Indonesia merupakan Negara maritim dimana Indonesia memiliki lautan yang
sangat luas. Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk menghasilkan garam
dikarenakan memiliki sumber daya yang banyak. Pembuatan garam dilakukan pada
beberapa kolam yaitu kolam penampungan, kolam peminihan, dan meja kristalisasi. Salah
satu faktor yang mempengaruhi pembentukan garam adalah laju evaporasi. Evaporasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu udara, kecepatan angin, tekanan uap air,
kelembaban udara, radiasi dari matahari, lokasi geografis, interval waktu dan musim.
Sejauh ini sudah banyak modifikasi yang dilakukan untuk meningkatkan laju evaporasi
dari pembuatan garam. Dimana salah satunya ada metode WAIV. WAIV merupakan alat
evaporasi yang memanfaatkan sinar matahari dan juga angin untuk mempercepat laju
evaporasinya.
Laju evaporasi dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai pemodelan.
Pemodelan laju evaporasi ini dapat dibagi menjadi 6 kelompok berdasarkan pendekatan
yang dilakukan seperti persamaan empiris, formulasi jumlah air, formulasi jumlah energi,
transfer massa, kombinasi dan radiasi. Pemodelan pemodelan ini memiliki parameter yang
disesuaikan dengan tempat dimana pemodelan pemodelan ini dibuat. Dikarenakan
pemodelan ini dibuat sesuai dengan kondisi lingkungan studi masing masing sehingga
perlu untuk ditentukan parameter baru untuk pemodelan yang ada. Dalam penelitian ini
dilakukan penentuan pemodelan yang akan digunakan dimana digunakan pemodelan
Penman, Priestley-Taylor dan juga Harbeck, untuk Harbeck sendiri memakai hasil
penelitian sebelumnya sebagai acuan dalam mengerjakannya juga Selanjutkan ketiga
pemodelan ini akan dilakukan penentuan parameter pada masing masing pemodelan.
Dilanjutkan dengan dilakukan validasi terhadap parameter yang didapatkan dan terakhir
dilakukan simulasi laju evaporasi pada tempat yang berbeda yaitu Kupang menggunakan
data BMKG.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa dengan dilakukannya regresi pada parameter
yang ada, hasil dari kumulatif evaporasi masing masing dari pemodelan mendekati nilai
aktual dari kumulatif evaporasi. Dimana parameter Priestley-Taylor dan Penman memiliki
parameter regresi yaitu as dan bs sebesar 0,25 dan 0,5 setalah diregresi menjadi 0,0953 dan
0,4007 dengan nilai sum of square error (SSE) masing masing sebesar 20,6775 dan
52,7312 dan R-Squared (R2) masing-masing sebesar 0,9688 dan 0,9045. Pada Harbeck,
parameter yang dapat diregresi berupa Kh dan ah mula- mula memiliki nilai tebakan
parameter yaitu sebesar 3,367e-9 dan -0,05 setelah dilakukan regresi menjadi 3,7124e-9 –
0,046 dengan sum of square error (SSE) sebesar 552,4063 menjadi 51,1557 dan RSquared
(R2) menjadi 0,9074. Dari hasil validasi didapatkan bahwa nilai sum of square
error (SSE) dan R-Squared (R2) pada masing masing pemodelan secara berurutan yaitu
Penman sebesar 0,9676 dan 17,8995, Priestley-Taylor sebesar 0,8960 dan 57,4474 dan
Harbeck sebesar 0,9074 dan 51,557. Sehingga dapat disimpulkan dari angka tersebut
bahwa pemodelan penman lebih stabil dibandingkan dengan pemodelan Priestley-Taylor
dan Harbeck. Pada Studi kasus, pada saat water activity (aw) = 0,954 didapatkan laju
evaporasi harian Harbeck sebesar 0,7269 mm/hari, Penman sebesar 4,4706 mm/hari dan
Priestley-Taylor 5,3708 mm/hari sebesar masing masing. Pada saat water activity (aw) = 1,
laju evaporasi harian Harbeck, Penman dan Priestley-Taylor masing masing sebesar
1,7866; 4,8034; dan 5,4408 mm/hari. |
en_US |