Abstract:
Ibukota DKI Jakarta khususnya pada kawasan Menteng, Jakarta Pusat memiliki peninggalan
sejarah yang cukup banyak terutama pada bangunan-bangunan yang berada di kawasan. Dimulai dari
abad 19, Batavia dijajah oleh bangsa Belanda. Kawasan Menteng dijadikan sebagai kawasan pusat elit
pemerintahan oleh Belanda, yang dimana Tugu Kunstkring Paleis merupakan salah satu bangunan
peninggalan yang masih ada sampai saat ini.
Kunstkring Paleis merupakan bangunan yang didirikan pada tahun 1914, dengan fungsinya
sebagai pusat kesenian. Mengingat pada tahun 1900 an, masyarakat Belanda sedang mempopulerkan
budaya kesenian. Seiring berjalan nya waktu, bangunan elit ini melakukan konservasi beberapa kali demi
mempertahankan bangunan nya tetap kuat dan dilestarikan tanpa mengurangi nilai-nilai arsitektur yang
ada. Dengan adanya pergantian fungsi dari galeri seni, kantor imigrasi, dan juga restoran, membuat
bangunan tersebut digolongkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Kelas A karena memiliki nilai keaslian
dan sejarah yang kuat.
Perubahan-perubahan dalam konservasi dan fungsi memberikan potensi terhadap pengurangan
nilai-nilai Cagar Budaya bangunan. Konservasi yang dilakukan terhadap bangunan tersebut yaitu sejak
tahun 2004. Untuk itu diperlukan adanya tindakan dalam upaya pelestarian bangunan Cagar Budaya
menurut Perda DKI nomor 9 tahun 1999. Tinjauan hukum juga diperkuat dengan adanya Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum 01 PRT-M-2015 dalam memperketat peraturan. Bangunan ini sudah
digolongkan sebagai bangunan Cagar Budaya sejak lama. Seiring berjalan nya waktu, semakin lama umur
suatu bangunan atau benda akan semakin rapuh dan tidak terawat.
Penelitian ini memperlihatkan beberapa pedoman pelestarian bangunan Cagar Budaya yang
disimulasikan terhadap objek studi yang dimana dari tiga pedoman yang diterapkan mendapatkan sebuah
kesimpulan atau evaluasi bahwa Bangunan Tugu Kunstkring Paleis masih sesuai dengan pedoman yang
ada, namun ada beberapa poin yang mengorbankan nilai-nilai cagar budaya dikarenakan adanya
fenomena dalam memprioritaskan kebutuhan fungsi melainkan nilai cagar budaya nya sendiri.