Abstract:
Kampung wisata menjadi salah satu program pengembangan pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. kampung wisata yang diterapkan mengusung tema
yang beragam sesuai dengan keahlian masyarakatnya, seperti kampung Batik Laweyhan, kampung
Heritage Kayutangan, dan sebagainya. Adanya kegiatan wisata pada kampung kota membutuhkan
wadah untuk menunjang aktivitas wisata dengan baik. Berdasarkan fenomena tersebut, penulis
tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh dari segi arsitektur terhadap kesiapan kampung
Wonosari dan kampung Kalicari berupa wadah (elemen fisik) dalam menunjang aktivitas wisata.
Manfaat dari penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan evaluasi bagi pembaca
beserta pihak yang terlibat dalam pengembangan kampung wisata.
Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif, objek studi yang digunakan sebagai
bahan penelitian adalah kampung Pelangi Wonosari dan kampung Seni Kalicari yang berlokasi
diSemarang. Data yang dikumpulkan berupa elemen-elemen fisik melalui survey pada ruang publik
secara langsung yang berfokus pada aktivitas pengunjung yang dilakukan pada elemen fisik yang
ditemukan dan wawancara pada masyarakat dan pengunjung sekitar. Data pada kedua objek studi
yang sudah dikumpulkan berupa elemen fisik yang kemudian dikategorikan berdasarkan kriteria
kampung wisata kedalam tiga aspek yakni atraksi, aksesiblitas, dan amenitas kemudian dianalisis
berdasarkan kualitas tiap-tiap elemen fisik. Analisis yang telah dilakukan pada kedua objek
kemudian akan dibandingkan, sehingga didapatkan seberapa baik kedua objek memenuhi kriteria
sebagai kampung wisata yang baik berdasarkan elemen fisik (arsitektur) yang ditemui pada
kampung Pelangi Wonosari dan kampung Seni Kalicari.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa elemen fisik pada kampung Pelangi
Wonosari memenuhi tiga aspek yang perlu dimiliki pada sebuah kampung wisata yakni atraksi,
aksesibilitas, dan amenitas walaupun masih terdapat beberapa elemen fisik yang tidak memenuhi
standar kenyamanan bagi pengunjug, sedangkan pada kampung Seni Kalicari hanya dapat
memenuhi aspek atraksi berupa elemen fisik joglo sebagai aktivitas utama pentas seni, namun tidak
ditemukannya elemen fisik untuk mewadahi aspek amenitas dan aksesiblitas sehingga masih belum
dapat dikatakan memenuhi kriteria “objek wisata” sebagaimana mestinya. Saran yang dapat
dikemukakan oleh peneliti untuk pihak-pihak pengelola kampung Pelangi Wonosari yakni perlunya
pembenahan pada elemen fisik sehingga dapat nyaman digunakan oleh pengunjung, sedangkan pada
kampung Seni Kalicari diperlukan peninjauan ulang mengenai aspek-aspek yang diperlukan agar
kampung tersebut dapat layak dikatakan sebagai kampung wisata yang baik.