Abstract:
Perkawinan merupakan suatu cara dimana manusia disatukan secara resmi dengan agama dan hukum positif yang berlaku di Indonesia, agar dengan demikian seorang pria dan seorang wanita dapat merayakan rasa cintanya dan memperjelas status social di masyarakat agar tidak menimbulkan suatu fitnah dan masalah lain.
Namun, dalam realita tentunya tidak semua perkawinan yang ada dan berlangsung dapat berjalan sesuai dengan harapan dan semestinya. Beberapa perkawinan yang ada harus berujung sedih karena adanya perceraian dari berbagai macam faktor. Tentunya setelah menjalani masa perceraian tersebut, harus tetap menjalani masa hidup yang ada, yang tidak jarang bertemu dengan orang baru atau kembali dekat dengan kenalan lama hingga sepakat berkomitmen untuk kembali menikah.
Namun, dalam aturan yang ada, tidak dapat sembarangan untuk melangsungkan perkawinan setelah adanya perceraian. Bagi wanita, tentunya ada suatu masa tunggu tertentu yang di atur oleh aturan yang harus dilewati terlebi dahulu agar diharapkan lebih siap. Dan tidak jarang dalam realita, banyak orang yang mencoba untuk mengajukan dispensasi dengan berbagai macam alasan agar tidak harus menunggu masa iddah tersebut selesai dan dapat langsung menikah. Hasil penelititian ini adalah mengenai penemuan hukum hakim dalam mempertimbangkan penyimpangan undang-undang perlindungan anak mengenai usia, dapat disimpangi, namun pertimbangan mengenai masa tunggu yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Perkawinan juga Peraturan Pemerintah no. 9 Tahun 1975 disarankan di kaji kembali, karena nasab jika ditetapkan dispensasi akan menumbuhkembangkan perzinaan.