dc.description.abstract |
Partai politik adalah salah satu elemen terpenting dalam negara demokrasi
sebagai wadah bagi warga negara untuk menyampaikan aspirasi nya kepada
penguasa. Akan tetapi seiring berjalannya waktu partai politik tidak lagi hanya
menjalankan fungsinya sebagai wada aspirasi, melainkan ikut terlibat dalam tindak
pidana korupsi. Dalam kasus-kasus korupsi yang ditemukan kerap kali partai politik
menerima manfaat terbesar atas hasil yang diperoleh. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah 1. Bagaimana kualifikasi partai politik dikaitkan dengan
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Mahkamah
Agung Pemidanaan Korporasi? dan 2. Bagaimana kriteria yang perlu dipenuhi agar
partai politik dapat dimintai pertanggungjawaban pidana?
Dengan melihat ciri-cirinya, partai politik termasuk kedalam kualifikasi
korporasi yang berbadan hukum sebagaimana definisi korporasi pada Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Mahkamah Agung
Pemidanaan Korporasi. Hal tersebut dilihat dari adanya kumpulan orang dan
keuangan yang teratur, serta bentuknya sebagai badan hukum. Dengan demikian
berlaku prinsip-prinsip pemidanaan korporasi pada partai politik. Actus Reus dari
partai politik dapat dilihat pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yaitu apabila perbuatan dilakukan untuk dan atas nama
partai. Lebih lanjut untuk melihat mens rea partai politik dapat dilihat pada Pasal 4
ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Pemidanaan Korporasi, yaitu jika partai
memperoleh keuntungan atau manfaat, partai tidak melakukan tindakan
pencegahan dan penghatia-hatian. Dengan adanya penelitian ini diharapkan
penegak hukum segera menjerat partai politik yang melakukan tindak pidana
korupsi berdasarkan hukum positif yang berlaku. Perlu juga dilakukan beberapa
penambahan dan/atau perubahan atas beberapa produk hukum agar penjeratan
partai politik dapat berjalan maksimal. |
en_US |