Abstract:
Pada hari Selasa tanggal 24 April 2012 yang terjadi kasus pembunuhan berencana di Kabupaten Nias yang menyebabkan meninggalnya para korban yaitu korban Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang dan Rugun Br Haloho dan menetapkan Yusman Telaumbanua yang berumur 16 (enam belas) tahun sebagai tersangka. Pada Putusan Pengadilan Negeri Nomor 8/Pid.B/2013/PN-GST, Yusman Telaumbanua yang membuang mayat para korban ke jurang dianggap turut serta melakukan pembunuhan berencana bersama dengan Jeni, Ama Pasti Hia, Ama Fandi Hia, Amosi Hia dan saksi Rusula Hia. Permasalahan bermula dari rekayasa umur di Berita Acara Pemeriksaan. Dalam Berita Acara Pemeriksaan, dicantumkan bahwa usia Yusman Telaumbanua adalah 19 (sembilan belas) tahun yang mana tidak sesuai dengan fakta yang ada. Yusman Telaumbanua dipaksa untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan karena ia tidak dapat membuktikan identitasnya dan ia dijanjikan bahwa pencatatan umur yang tidak benar akan membantunya di pengadilan. Setelah itu jaksa penuntut umum dan hakim tidak teliti dalam memeriksa identitas dari Yusman Telaumbanua sehingga hal tersebut justru melanggar hak-hak Yusman Telaumbanua sebagai terdakwa anak dan mengakibatkan seluruh proses beracara dan pemidanaan disesuaikan dengan umur 19 (sembilan belas) tahun yaitu usia dewasa. Dalam proses acara, yang dilanggar meliputi proses penyidikan, penahanan di tingkat penyidikan, penahanan di tingkat penuntutan, penahanan pemeriksaan di pengadilan, pengadilan umum dan terbuka, para penegak hukum yang memakai pakaian dinasnya, penasihat hukum, keterangan saksi yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak mengalami namun masuk dalam pertimbangan hakim, hakim yang terdiri dari tiga orang, Yusman Telaumbanua yang ditahan di lembaga pemasyarakatan bersama dengan orang dewasa dan penjatuhan hukuman yang sangat tidak sesuai dengan umurnya yaitu berupa pidana mati. Permasalahan yang kedua adalah majelis hakim Pengadilan Negeri salah mempertimbangkan Yusman Telaumbanua dengan turut serta melakukan pembunuhan berencana. Dalam fakta hukumnya, Yusman Telaumbanua hanya membuang korban ke jurang, sementara yang melakukan pembunuhan adalah pelaku Jeni, Ama Pasti Hia, Ama Fandi Hia, Amosi Hia dan saksi Rusula Hia yang menyebabkan korban meninggal seketika itu pula tanpa ada kehadiran Yusman Telaumbanua. Jadi hakim membuat putusan tanpa fakta yang sebenarnya dan dalam hal ini majelis hakim Pengadilan Negeri menggeneralisir perbuatan pelaku Jeni, Ama Pasti Hia, Ama Fandi Hia, Amosi Hia dan saksi Rusula Hia sebagai perbuatan dari Yusman Telaumbanua.
Selanjutnya pada tahun 2016, pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor 96/PK/2016 pihak Yusman Telaumbanua memberikan alasan-alasan untuk dilakukan Peninjauan Kembali dengan alasan-alasan berupa ditemukannya keadaan baru berupa umur Yusman Telaumbanua yang berusia 16 (enam belas) tahun yang pada saat perkara di tingkat pertama berlangsung belum terungkap dan terdapat kekhilafan hakim. Mahkamah Agung kemudian membalas alasan-alasan pihak Yusman Telaumbanua melakukan peninjauan kembali dapat dibenarkan. Mahkamah Agung berpendapat bahwa benar berdasarkan bukti yang ada, pada saat sidang tingkat pertama berlangsung Yusman Telaumbanua berusia 16 (enam belas) tahun. Kemudian Mahkamah Agung berpendapat bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri tidak memilah-milah apa yang dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh Yusman Telaumbanua sehingga majelis hakim Pengadilan Negeri keliru dalam mempertimbangkan fakta-fakta persidangan yang merugikan Yusman Telaumbanua. Namun pada akhirnya Mahkamah Agung tetap menilai bahwa Yusman Telaumbanua telah terbukti dan secara sah bersalah melakukan turut serta melakukan pembunuhan berencana dan menjatuhkan pidana terhadap Yusman Telaumbanua dengan 5 (lima) tahun penjara. Karena penulis melihat tidak adanya kesinambungan antara pendapat majelis hakim Mahkamah Agung dan putusan akhir maka Penulis kemudian berkesimpulan bahwa seharusnya Yusman Telaumbanua lebih pantas jika dijatuhkan Pasal 181 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.