Studi komparatif konsep ganti rugi akibat wanprestasi menurut hukum Indonesia dan hukum Inggris

Show simple item record

dc.contributor.advisor Hardjowahono, Bayu Seto
dc.contributor.author Situmorang, Vincent Jhosep Parmonangan
dc.date.accessioned 2022-11-28T04:24:49Z
dc.date.available 2022-11-28T04:24:49Z
dc.date.issued 2021
dc.identifier.other skp42358
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/13836
dc.description 4842 - FH en_US
dc.description.abstract Manusia sebagai Zoon Politicon dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Hal ini dilakukan antara lain dengan cara menutup kontrak. Akan tetapi karena kontrak merupakan janji dari dua pihak, maka ada kemungkinan bahwa janji-janji itu tidak terpenuhi dan pada akhirnya berujung pada sengketa. Sengketa keperdataan dan perniagaan merupakan peristiwa yang tidak diharapkan untuk terjadi sebab dalam peristiwa tersebut biasanya menyebabkan kerugian pada salah satu pihak. Dalam menanggulangi kerugian akibat wanprestasi, Kitab Undang Undang Hukum Perdata Indonesia mengatur bahwa pihak yang dirugikan mempunyai hak gugat yang salah satunya adalah ganti rugi, yaitu berupa: Biaya, Rugi dan Bunga. Sedangkan menurut hukum Inggris ganti rugi (damages)’ dapat berupa: ‘expectation’, ‘reliance’ dan ‘restitution’ atau ‘account of profit’. yang disebut terakhir ini merupakan salah satu perkembangan pertanggungjawaban kontraktual yang tidak dikenal dalam KUHPerdata Indonesia, Dimana ganti kerugian ditetapkan dengan dasar keuntungan yang diperoleh oleh debitur akibat perbuatannya yang melanggar perjanjian. Akan tetapi penggunaan jenis ganti rugi ini, di negara asalnya di Inggris, terbatas pada kondisi-kondisi yang dianggap “luar biasa” dan bila jenis ganti rugi yang umum kurang memadai. Perkembangan lainnya dalam hukum Inggris adalah mengenai ganti rugi immaterial atau ganti rugi non-ekonomis, yang dalam hukum Indonesia kurang jelas pengaturannya namun diakui dalam praktik melalui putusan Mahkamah Agung Nomor 2822 K/Pdt/2014; dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1503 K/Pdt/2001. Melalui Putusan Watts v Morrow, Bingham LJ menyebutkan bahwa terdapat 2 (dua) kategori perkara yang dapat menuntut ganti rugi non-pecuniary. Pertama, Bila bagian penting atau yang utama dari objek perjanjian adalah untuk memberikan manfaat non-ekonomis untuk kreditur. Atau dengan kata lain ketika 'tujuan utama' dari kontrak adalah untuk memberikan kesenangan atau kenikmatan. Ini tidak akan mencakup kasus-kasus di mana kekecewaan merupakan konsekuensi insidental dari breach of contract. Kategori kedua adalah bila breach of contract telah menyebabkan “physical inconvenience and discomfort”. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.title Studi komparatif konsep ganti rugi akibat wanprestasi menurut hukum Indonesia dan hukum Inggris en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2016200078
dc.identifier.nidn/nidk NIDK8834323419
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account