dc.description.abstract |
Manusia sebagai Zoon Politicon dikodratkan untuk hidup bermasyarakat
dan berinteraksi satu sama lain. Hal ini dilakukan antara lain dengan cara
menutup kontrak. Akan tetapi karena kontrak merupakan janji dari dua
pihak, maka ada kemungkinan bahwa janji-janji itu tidak terpenuhi dan
pada akhirnya berujung pada sengketa. Sengketa keperdataan dan
perniagaan merupakan peristiwa yang tidak diharapkan untuk terjadi
sebab dalam peristiwa tersebut biasanya menyebabkan kerugian pada
salah satu pihak. Dalam menanggulangi kerugian akibat wanprestasi,
Kitab Undang Undang Hukum Perdata Indonesia mengatur bahwa pihak
yang dirugikan mempunyai hak gugat yang salah satunya adalah ganti
rugi, yaitu berupa: Biaya, Rugi dan Bunga. Sedangkan menurut hukum
Inggris ganti rugi (damages)’ dapat berupa: ‘expectation’, ‘reliance’ dan
‘restitution’ atau ‘account of profit’. yang disebut terakhir ini merupakan
salah satu perkembangan pertanggungjawaban kontraktual yang tidak
dikenal dalam KUHPerdata Indonesia, Dimana ganti kerugian ditetapkan
dengan dasar keuntungan yang diperoleh oleh debitur akibat
perbuatannya yang melanggar perjanjian. Akan tetapi penggunaan jenis
ganti rugi ini, di negara asalnya di Inggris, terbatas pada kondisi-kondisi
yang dianggap “luar biasa” dan bila jenis ganti rugi yang umum kurang
memadai.
Perkembangan lainnya dalam hukum Inggris adalah mengenai ganti rugi
immaterial atau ganti rugi non-ekonomis, yang dalam hukum Indonesia
kurang jelas pengaturannya namun diakui dalam praktik melalui putusan
Mahkamah Agung Nomor 2822 K/Pdt/2014; dan Putusan Mahkamah
Agung Nomor 1503 K/Pdt/2001. Melalui Putusan Watts v Morrow,
Bingham LJ menyebutkan bahwa terdapat 2 (dua) kategori perkara yang
dapat menuntut ganti rugi non-pecuniary. Pertama, Bila bagian penting
atau yang utama dari objek perjanjian adalah untuk memberikan manfaat
non-ekonomis untuk kreditur. Atau dengan kata lain ketika 'tujuan utama'
dari kontrak adalah untuk memberikan kesenangan atau kenikmatan. Ini
tidak akan mencakup kasus-kasus di mana kekecewaan merupakan
konsekuensi insidental dari breach of contract. Kategori kedua adalah bila
breach of contract telah menyebabkan “physical inconvenience and
discomfort”. |
en_US |