Abstract:
Dalam proses pemeriksaan perkara pidana dan perkara perdata dikenal dengan adanya proses sita. Selama proses pemeriksaan perkara, dapat terjadi perkara pidana dan perkara perdata membutuhkan barang yang sama untuk disita. Pasal 39 ayat (2) Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa perkara pidana dapat meminjam barang yang sedang dalam sitaan perkara perdata untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana. Setelah proses pemeriksaan selesai, apabila kedua putusan, yaitu putusan perkara pidana dan putusan perkara perdata membutuhkan barang sitaan yang sama tersebut untuk menjalankan isi putusannya, tidak ada peraturan yang mengatur putusan manakah yang harus diutamakan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif dengan pendekatan Deskriptif Analisis, dengan menelaah dan mengumpulkan teori – teori, konsep, serta peraturan perundang-undangan, untuk kemudian dianalisa dan diberikan penilaian.
Hasil dari penulisan ini bahwa putusan yang harus diutamakan adalah putusan yang di dalamnya terdapat kepentingan publik, baik itu putusan perkara pidana ataupun putusan perkara perdata, dengan berdasar pada asas keadilan menurut Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, serta asas perlindungan oleh negara.