Abstract:
Perkembangan (G)ereja Katolik di Indonesia tidak lepas dari peran inkulturasi yang terjadi
didalamnya. Proses ini menjadikan bangunan – bangunan gereja di Indonesia memiliki bentukan
yang unik. Namun perwujudan inkulturasi dapat dikatakan memiliki permasalahannya sendiri
karena menggabungkan unsur (G)ereja Katolik dengan unsur budaya lokal yang masing – masing
memiliki pemaknaan tersendiri pada bentuk serta fungsi ruangnya. Sering kali budaya lokal hanya
dipakai sebagai hiasan yang ditempel pada bangunan tanpa adanya makna yang lebih mendalam.
Perpaduan agama Katolik dan budaya lokal ini pun patut diperhatikan agar tak menggeser makna
yang dipegangnya terutama pada bangunan (G)ereja yang merupakan tempat ibadah dengan
konsep kesakralan dalam ruangnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami apa yang dimaksud dengan inkulturasi dalam
arsitektur, mengungkap perwujudan inkulturasi pada bangunan, dan mengungkap relasi fungsi,
bentuk, dan makna inkulturasi arsitektur pada bangunan (G)ereja Katolik. Objek yang dipilih
dalam penelitian ini adalah Gereja Bunda Maria yang berada di Paroki Dukuh Semar, Cirebon,
Jawa Barat.
Kajian teori yang dipakai adalah teori inkulturasi dalam arsitektur, teori fungsi – bentuk -
makna, teori (G)ereja Katolik, dan teori arsitketur Jawa yang lekat dengan kebudayaan Kota
Cirebon. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Data penelitian
didapatkan dari studi literatur, pengamatan langsung ke lapangan, wawancara dengan Pastor
Paroki dan pengelola (G)ereja, dan penggambaran ulang 3D objek studi.
Hasil penelitian yang didapatkan menyatakan bahwa inkulturasi arsitektur pada Gereja
Bunda Maria merupakan pencampuran antara liturgi Katolik dengan bangunan Jawa. Inkulturasi
yang terjadi hanya pada bentuk dan pemaknaan bangunan (G)ereja, sedangkan fungsinya tetap
mengikuti liturgi (G)ereja Katolik yang sudah ditetapkan. Bentuk bangunan Gereja Bunda Maria
memiliki unsur arsitektur Gotik dan arsitektur Jawa dimana pemaknaannya pun mendapat
pengaruh dari keduanya. Walau demikian, pemaknaan bangunan (G)ereja sebagai bangunan sakral
tidak mengalami pergeseran ataupun kehilangan kesakralannya tersebut. Hasil ini didapatkan dari
interpretasi pada data – data yang ada di lapangan dengan data – data rujukan yang dikumpulkan
pada studi literatur.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para praktisi, akademisi, dan
masyarakat luas dalam memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman mengenai kajian dari
inkulturasi arsitektur. Untuk pihak (G)ereja, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan
dokumentasi untuk arsip (G)ereja kedepannya. Diharapkan pula dapat menjadi kajian kritis yang
dapat bermanfaat untuk menyumbang wawasan dalam proses perancangan arsitektur serta untuk
penelitian serupa maupun penelitian lanjutan