Abstract:
Ditargetkan menjadi kota pusaka dunia, sejak tahun 2013 Kota Lama Semarang mulai berbenah diri, bukan hanya dalam tingkat kawasan lewat infrastruktur dan jaringan kota yang direvitalisasi, namun bangunan-bangunan cagar budaya di kawasan ini juga mulai dihidupkan kembali. Salah satu bangunan cagar budaya yang menjadi ikon dari Kota Lama Semarang adalah Gedung Spiegel yang berlokasi di Jalan Letjen Suprapto No. 59 Kota Semarang. Bangunan dua lantai ini mulai direvitalisasi oleh pemilik yang baru yaitu PT. Spiegel Nusa Archindo sejak tahun 2012 dan berubah fungsi menjadi restoran, bar, butik, kantor sewa, hingga penginapan yang resmi dibuka pada tahun 2015. Dengan fungsi awal yaitu toko serba ada dan sempat menjadi gudang penyimpanan alat berat, transformasi yang dilakukan pemilik gedung yang baru bukanlah hal yang mudah. Banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam menangani gedung yang sudah berdiri sejak 1890 ini, baik itu fungsi, nilai-nilai kecagarbudayaan yang ditinggalkan, konteks Kota Lama secara makro, hingga investasi dan bisnis yang dilakukan pada bangunan ini. Proses perubahan fungsi awal bangunan tersebut dikenal sebagai proses adaptive reuse yang juga merupakan salah satu bentuk dari tindakan konservasi pada Bangunan Cagar Budaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mencoba menggambarkan keadaan bangunan setelah proses adaptive reuse dilakukan. Setelah data terkumpul barulah dilakukan evaluasi dengan melihat kesesuaian data bangunan dengan faktor-faktor keberhasilan adaptive reuse, yaitu faktor sosial lingkungan, faktor budaya, faktor ekonomi, dan faktor legalitas. Selain membahas 4 faktor tersebut terdapat pula pembahasan mengenai nilai konservasi bangunan sebagai bahasan penghantar. Hasil dari penelitian ini adalah penjabaran mengenai kesesuaian kondisi bangunan dengan faktor-faktor keberhasilan adaptive reuse secara deskriptif. Ditemukan pula beberapa hal penting yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan nilai bangunan yaitu kesesuain standar fungsi dengan peraturan yang berlaku, aksesibilitas, hingga faktor kenyamanan antar fungsi.