dc.description.abstract |
Penelitian ini menganalisis Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Qanun Kota Banda
Aceh Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kota Banda Aceh, Qanun Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat, dan Qanun
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Keempat peraturan mengenai wewenang
penangkapan oleh Kepolisian Republik Indonesia, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Wilayatul
Hisbah. Contohnya pada kasus 12 Waria yang di tangkap di Aceh dan Waria bernama Cepi.
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah yuridis
normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian kepustakaan yang didominasi dengan
menggunakan bahan primer, bahan sekunder, maupun bahan hukum tersier. Sumber hukum
primer penelitian ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Qanun Kota Banda
Aceh Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kota Banda Aceh, Qanun Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat, dan Qanun
Nomor 6 Tentang Hukum Jinayat. Sumber hukum sekunder terdiri dari buku-buku dan artikel
dalam web yang berkaitan dengan penelitian ini. Sumber hukum tersier diambil dari Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini: 1) Arti Penangkapan dalam Pasal 141 Qanun Kota
Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2008, berbeda dengan arti Penangkapan dalam KUHAP. Tugas
Wilayatul Hisbah adalah penegak Syari’at Islam, terkecuali adanya perihal tertangkap tangan,
Wilayatul Hisbah dapat melakukan langkah eksekutorial seperti Penangkapan. 2)
Penangkapan dalam KUHAP ada pada tindak pidana biasa dan bukan pelanggaran,
sedangkan Pasal 141 Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2008, lebih mengarah ke
tugas pokok dan fungsi Satpol PP dan Wilayatul Hisbah untuk menegakkan Syari’at Islam
dan menjaga ketertiban umum. |
en_US |