dc.description.abstract |
Praperadilan menurut Pasal 1 butir 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini, tentang: sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau
penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan, dan permintaan ganti kerugian atau
rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Mengenai wewenang praperadilan terdapat di
dalam Pasal 77 yang menyebutkan bahwa praperadilan berwenang untuk memeriksa dan
memutus mengenai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan, dan mengenai ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi
seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Kemudian pada tahun 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan
Nomor 21/PUU-XII/2014 yang pada intinya menambahkan ruang lingkup wewenang
praperadilan yang semula telah ditetapkan secara limitatif di dalam Pasal 77 KUHAP.
Ruang lingkup yang ditambahkan oleh MK adalah mengenai pengujian sah tidaknya
status tersangka seseorang. Perluasan tersebut kemudian diamini oleh beberapa hakim
iv
yang menganggap bahwa penetapan status tersangka seseorang haruslah dimasukkan ke
dalam wewenang praperadilan dengan berbagai alasan. Mengenai perluasan wewenang
praperadilan tersebut, sudah pasti menimbulkan perbedaan pendapat dan pandangan,
khususnya di antara para hakim, karena terdapat hakim yang menolak gugatan
praperadilan mengenai sah tidaknya penetapan status tersangka, dan bahkan terdapat juga
hakim yang sama sekali tidak menganggap penetapan status tersangka merupakan obyek
praperadilan. Hal tersebut mengakibatkan ketidakjelasan dan perbedaan tafsir dari
kalangan para hakim mengenai penetapan status tersangka. Oleh karena itu, dibutuhkan
penjelasan dan solusi terhadap persoalan yang terjadi setelah perluasan ruang lingkup
wewenang praperadilan yang dilakukan oleh MK dengan dikeluarkannya Putusan
Nomor 21/PUU-XII/2014. |
en_US |