dc.description.abstract |
Pada saat ini banyak kasus pemerkosaan yang terjadi, Lebih mengejutkan lagi,
pemerkosaan tidak hanya terjadi pada perempuan dan lelaki yang tidak saling kenal,
namun pemerkosaan juga dapat terjadi dalam keluarga. Pada umumnya pemerkosaan
dalam keluarga terjadi pada anak perempuan oleh ayahnya. Permasalahan menjadi
lebih rumit apabila pemerkosaan tersebut mengakibatkan kehamilan. Di Indonesia
terdapat larangan kawin yang menyebabkan orangtua anak hasil pemerkosaan incest
tersebut tidak dapat melakukan perkawinan baik menurut hukum Perdata dan hukum
Islam. Sehingga anak tersebut menjadi anak luar kawin yang hanya mempunyai
hubungan keperdataan dan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Sementara
ayah anak tersebut adalah ayah dari ibunya, dengan kata lain kakeknya yang juga
keluarga ibunya. Oleh karena itu masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah
bagaimana kedudukan dan hubungan keperdataan anak yang lahir dari hasil
pemerkosaan incest tersebut dalam perspektif hukum islam khususnya pasal 100
Kompilasi Hukum Islam dan bagaimana pembagian harta warisannya. Untuk
menjawab rumusan masalah tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Metode Yuridis Normatif dengan cara pengumpulan data berupa studi
kepustakaan (library research).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Anak yang lahir dari hasil
pemerkosaan incest, digolongkan menjadi anak sumbang/incest atau dengan kata lain
anak luar kawin. Maka baginya berlaku Pasal 100 KHI. Dari ketentuan pasal tersebut,
diketahui bahwa anak sumbang/incest hanya mempunyai hubungan nasab dengan
ibunya dan keluarga ibunya. Sehingga menurut pasal tersebut hubungan antara
keduanya hanya sebatas kakek dan cucu. Sehingga menurut hukum Islam termasuk
pada ahli waris Dzul Arham. Ahli waris Dzul Arham sebenarnya mempunyai
hubungan darah dengan pewaris, namun karena ketentuan tidak diberi bagian, maka
mereka tidak berhak menerima bagian..Syarat syarat agar Dzul Arham menerima
harta warisan adalah ketika sudah tidak ada ahli waris Dzul Faraid dan ahli waris
Ahabah sama sekali. Apabila masih terdapat seorang saja dari ahli waris Dzul Faraid
dan ahli waris Ahabah maka Dzul Arham tidak mendapatkan harta warisan. Selain
dengan cara mewaris, dapat dilakukan juga dengan cara wasiat yang dibuat oleh
pewaris |
en_US |