Kedudukan dan hubungan keperdataan anak hasil pemerkosaan incest dalam perspektif kompilasi hukum Islam

Show simple item record

dc.contributor.advisor Iriawan, Asep Iwan
dc.contributor.author Saddak, R. A Siti Sarah
dc.date.accessioned 2020-02-24T01:51:16Z
dc.date.available 2020-02-24T01:51:16Z
dc.date.issued 2019
dc.identifier.other skp38797
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/10210
dc.description 4386 - FH en_US
dc.description.abstract Pada saat ini banyak kasus pemerkosaan yang terjadi, Lebih mengejutkan lagi, pemerkosaan tidak hanya terjadi pada perempuan dan lelaki yang tidak saling kenal, namun pemerkosaan juga dapat terjadi dalam keluarga. Pada umumnya pemerkosaan dalam keluarga terjadi pada anak perempuan oleh ayahnya. Permasalahan menjadi lebih rumit apabila pemerkosaan tersebut mengakibatkan kehamilan. Di Indonesia terdapat larangan kawin yang menyebabkan orangtua anak hasil pemerkosaan incest tersebut tidak dapat melakukan perkawinan baik menurut hukum Perdata dan hukum Islam. Sehingga anak tersebut menjadi anak luar kawin yang hanya mempunyai hubungan keperdataan dan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Sementara ayah anak tersebut adalah ayah dari ibunya, dengan kata lain kakeknya yang juga keluarga ibunya. Oleh karena itu masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan dan hubungan keperdataan anak yang lahir dari hasil pemerkosaan incest tersebut dalam perspektif hukum islam khususnya pasal 100 Kompilasi Hukum Islam dan bagaimana pembagian harta warisannya. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Yuridis Normatif dengan cara pengumpulan data berupa studi kepustakaan (library research). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Anak yang lahir dari hasil pemerkosaan incest, digolongkan menjadi anak sumbang/incest atau dengan kata lain anak luar kawin. Maka baginya berlaku Pasal 100 KHI. Dari ketentuan pasal tersebut, diketahui bahwa anak sumbang/incest hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sehingga menurut pasal tersebut hubungan antara keduanya hanya sebatas kakek dan cucu. Sehingga menurut hukum Islam termasuk pada ahli waris Dzul Arham. Ahli waris Dzul Arham sebenarnya mempunyai hubungan darah dengan pewaris, namun karena ketentuan tidak diberi bagian, maka mereka tidak berhak menerima bagian..Syarat syarat agar Dzul Arham menerima harta warisan adalah ketika sudah tidak ada ahli waris Dzul Faraid dan ahli waris Ahabah sama sekali. Apabila masih terdapat seorang saja dari ahli waris Dzul Faraid dan ahli waris Ahabah maka Dzul Arham tidak mendapatkan harta warisan. Selain dengan cara mewaris, dapat dilakukan juga dengan cara wasiat yang dibuat oleh pewaris en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.title Kedudukan dan hubungan keperdataan anak hasil pemerkosaan incest dalam perspektif kompilasi hukum Islam en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2014200022
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account