dc.description.abstract |
Seiring dengan perkembangan zaman, perjanjian dapat dilakukan secara elektronik
dengan memanfaatkan jaringan komputer, atau lebih akrab dikenal e-commerce.
Perjanjian tersebut dinamakan dengan e-contract yang ditutup dengan tanda tangan
elektronik. Tanda tangan elektronik ini bertujuan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi bagi para pihak. Namun Undang-undang No. 8 Tahun 2011 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012
tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (UU ITE dan PP 82/2012)
sebagai dasar hukum penggunaan tanda tangan elektronik tidak mengakomodasi bagi
pihak-pihak yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan elektronik. Berbeda dengan
pasal 1874 KUHPer yang mengakomodasi, dengan mengatur mengenai penggantian
tanda tangan konvensional dengan suatu cap jempol, yang dibuat di hadapan notaris
untuk dapat dijadikan alat bukti. Sehingga permasalahan muncul, apakah suatu tanda
tangan elektronik juga dapat diganti dengan cap jempol elektronik. Hal tersebut
tentunya akan menghambat bagi orang-orang tersebut dalam pembentukkan econtract.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode yurifis-normatif, dimana
penulis menggunakan bahan pustaka yang terdiri dari sumber hukum primer dan
sekunder, yang berhubungan dengan tanda tangan elektronik dan penggunaan cap
jempol. Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, cap jempol elektronik dapat
dikategorikan sebagai tanda tangan elektronik asalkan memenuhi persyaratan yang
dikehendaki Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang dalam pembuatannya
harus dibuat di hadapan notaris, sesuai dengan pasal 1874 KUHPer, agar dapat
dijadikan sebagai alat bukti yang sah. |
en_US |