Perbedaan penipuan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Show simple item record

dc.contributor.advisor Samosir, Djisman
dc.contributor.advisor Meliala, Djaja Sembiring
dc.contributor.author Vania, Tiara Frisly
dc.date.accessioned 2020-02-20T02:45:12Z
dc.date.available 2020-02-20T02:45:12Z
dc.date.issued 2019
dc.identifier.other skp38812
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/10133
dc.description 4401 - FH en_US
dc.description.abstract Di dalam praktik hukum masih adanya pemahaman yang tidak seragam antara penipuan dalam hukum pidana dan penipuan dalam hukum perdata yang timbul dari suatu hubungan kontraktual, yang memang sebetulnya aspek tersebut sangat bersinggungan namun tetap berdiri pada domain hukum yang berbeda. Adanya suatu permasalahan hukum yang sebenarnya merupakan bagian dalam domain hukum privat (perdata) namun ternyata dimasukkan ke dalam domain hukum publik (pidana). Khususnya persoalan ingkar janji yang lahir dari hubungan kontraktual cenderung dianggap suatu penipuan berdasarkan hukum pidana. Aspek hukum publik kemudian digunakan sebagai sarana memaksa untuk perbuatan privat. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan merujuk pada studi dokumen yakni berupa peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan lainnya. Penelitian dengan cara menelusuri peraturan dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Dalam penipuan yang bersinggungan perihal kebohongan, namun kebohongan dalam hukum perdata dampaknya berbeda dengan kebohongan yang di atur di dalam hukum pidana. Kebohongan dalam hukum pidana berada di depan karena ada niat baru dilakukan aktivitas yang dituju, kebohongan merupakan sarana untuk mendapatkan sesuatu dari seseorang yang menjadi sasarannya, orang yang menjadi sasarannya menjadi tergerak hatinya untuk menyerahkan sesuatu. Sedangkan kebohongan dalam hukum perdata yang kemudian identik dengan ingkar janji, kebohongannya berada di belakang, dilakukan aktivitas terlebih dahulu barulah ada kebohongan tersebut. Penipuan dalam hukum perdata terdapat sanksi namun bukan sanksi pidana badan seperti sanksi yang diatur di dalam hukum pidana yang identik dengan sanksi pidana badan yakni sanksi penjara. Jadi, suatu kebohongan yang identik dengan ingkar janji tidak dapat serta merta dimasukkan menjadi penipuan dalam ranah pidana. Seperti kasus yang termuat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kuningan Nomor 03 / Pid. B / 2017 / PN. Kng sebuah kasus hubungan kontraktual kemudian di laporkan ke dalam tindak pidana penipuan berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan di periksa dalam proses peradilan sebagai tindak pidana penipuan, menurut analisis penulis memiliki pendapat bahwa sebenarnya kasus tersebut adalah kasus ingkar janji yang berasal dari hubungan kontraktual merupakan perbuatan melanggar kontrak bukan perbuatan melawan hukum berdasarkan hukum pidana. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum - UNPAR en_US
dc.subject Penipuan en_US
dc.subject Hukum Pidana en_US
dc.subject Hukum Perdata en_US
dc.subject Kebohongan en_US
dc.subject Ingkar Janji en_US
dc.subject Hubungan Kontraktual en_US
dc.title Perbedaan penipuan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm NPM2015200180
dc.identifier.nidn/nidk NIDK8862820016
dc.identifier.nidn/nidk NIDK8886030016
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI605#Ilmu Hukum


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account