Abstract:
Penelitian ini menganilisis Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (disebut UU No.19 Tahun 2016) dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 (disebut Putusan MK No.20/2016) sehubungan dengan Putusan MK No.20/2016 yang menimbulkan pertentangan pendapat mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik itu diambil bukan atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegakan hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (3) UU UU No.19 Tahun 2016. Pertentangan ini diakibatkan karena belum adanya pengaturan kriteria mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti yang sah berdasarkan disebut Putusan MK No.20/2016. Permasalahan lain adalah mengenai kekuatan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi dugaan tindak pidana yang dibuat bukan atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi penegak hukum lainnya, masih dapat diterima sebagai alat bukti yang sah atau tidak.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normative yang diartikan sebagaia metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sumber hukum primer yang menjadi bahan penelitian terdiri dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU No.19 Tahun 2016, Putusan MK No.20/2016 serta peraturan lain yang terkait. Sumber hukum sekunder dari penelitian terdiri dari buku-buku dan artikel-artikel dalam web yang berkaitan dengan penelitian ini.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini: 1) kriteria Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti yang sah berdasarkan Putusan MK No.20/2016 adalah bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat dijadikan suatu alat bukti yang sah di persidangan, apabila alat bukti yang dimaksud telah memenuhi syarat formil dan materil di atas, serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut harus merupakan permintaan dari kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya dalam rangka penegakan hukum. 2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi dugaan tindak pidana yang dibuat atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan/atau institusi penegak hukum lainnya memiliki kekuatan pembuktian bebas yang ditentukan oleh hakim. Sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih khusus, hakim bebas menentukan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik itu sebagai alat bukti yang sah atau tidak di persidangan. Majelis hakim bebas menentukan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik itu tetap digunakan sebagai alat bukti untuk membela kebenaran atau mengikuti prosedur yang sesuai dengan Putusan MK No.20/2016.