Abstract:
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri pariwisata
meningkat dengan pesat termasuk di Kota Bandung. Hal ini menyebabkan banyak
perusahaan tertarik untuk membangun hotel. Semakin banyak perusahaan yang masuk ke
bidang pariwisata secara tidak langsung akan membuat persaingan menjadi semakin ketat.
Untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain, beberapa faktor harus diperhatikan oleh
perusahaan yaitu price, service, dan quality. Pelanggan akan membandingkan service dan
quality yang diberikan oleh masing-masing hotel dengan harga yang ditawarkan. Oleh karena
itu, pihak hotel harus dapat memberikan harga yang bersaing. Dalam menentukan harga jual,
maka pihak hotel harus menghitung harga pokok kamar yang akurat agar penentuan harga
jual tidak salah.
Untuk melakukan perhitungan harga pokok kamar yang akurat dilakukan
perhitungan dengan metode activity-based costing. Activity-based costing membebankan
biaya tidak langsung yang terjadi ke aktivitas terlebih dahulu, lalu membebankan biaya
aktivitas ke cost object sesuai dengan activity cost drivernya. Pembebanan biaya dengan cara
activity-based costing akan lebih akurat karena antara biaya aktivitas dengan cost drivernya
memiliki hubungan sebab akibat.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis dengan
data yang digunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil
wawancara dan observasi yang dilakukan di Hotel LX untuk mengetahui data-data biaya dan
juga aktivitas yang terjadi di Hotel LX. Data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan dan
juga dokumentasi. Data yang sudah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan
menggunakan teori activity-based costing.
Setelah dilakukan penelitian, terdapat perbedaan perhitungan harga pokok
kamar yang dilakukan oleh pihak Hotel LX dan peneliti, hal ini disebabkan pada biaya
langsung pihak Hotel LX tidak memasukkan biaya penyusutan barang-barang yang ada di
setiap tipe kamar dan untuk pembebanan biaya tidak langsung pihak Hotel LX menggunakan
persentase pendapatan sebagai dasar alokasinya. Hal ini kurang tepat karena ada beberapa
biaya tidak langsung yang tidak memiliki hubungan sebab akibat dengan besarnya persentase
pendapatan. Oleh karena itu metode activity-based costing akan menghasilkan perhitungan
lebih akurat karena akan membebankan biaya tidak langsung sesuai dengan aktivitas yang
digunakan oleh cost object. Selisih perhitungan harga pokok kamar adalah sebagai berikut,
undercosted untuk kamar Deluxe sebesar Rp 34,436; overcosted untuk kamar Executive,
Honeymoon Suite, The Suite, dan The LX Suite sebesar Rp 67,319; Rp 403,683; Rp 936,450,
dan Rp 1,498,330. Untuk itu penulis menyarankan pihak Hotel LX agar menerapkan metode
activity-based costing agar pihak Hotel LX dapat menentukan harga jual yang diinginkan
dengan lebih akurat.