Abstract:
Industri makanan adalah industri yang cenderung tumbuh dari tahun ke tahun. Trend
makanan yang cepat berubah mendorong pebisnis baru untuk berinvestasi di industri
makanan. Hal ini menyebabkan persaingan di industri makanan menjadi lebih ketat. Untuk
dapat bersaing, perusahaan harus memiliki keunggulan competitive. Salah satu cara
perusahaan untuk memiliki keunggulan competitive adalah dengan menetapkan harga jual
yang sesuai dengan harapan pelanggan. Untuk itu, perusahaan harus dapat mengidentifikasi
biaya apa saja yang terjadi di perusahaan, sehingga informasi tersebut bisa digunakan untuk
menghitung harga pokok produksi dengan sistem pembebanan biaya yang dapat
menghasilkan informasi biaya yang tidak bias sehingga dapat dijadikan dasar yang lebih
handal dalam menetapkan harga jual.
Perusahaan yang bergerak di bidang makanan cenderung memiliki produk
yang variatif. Perusahaan yang memiliki produk yang variatif memiliki komponen biaya
tidak langsung yang besar. Hal ini mendorong perusahaan untuk menerapkan sistem
pembebanan biaya yang dapat membebankan biaya tidak langsung secara akurat ke produk.
Jika biaya tidak langsung tidak dibebankan dengan akurat, maka akan terjadi overcosted dan
undercosted pada sebagian produk perusahaan. Sistem pembebanan biaya yang paling akurat
saat ini adalah activity-based costing system. Activity-based costing system memperoleh tarif
dengan membagi biaya yang terkumpul pada sejumlah cost pool, dalam hal ini aktivitas
dengan pemacu biayanya yang sesuai, sehingga tarif yang dihasilkan dari perhitungan
tersebut lebih akurat dibandingkan dengan tarif traditional costing yang hanya memiliki 1
cost pool saja. Activity-based costing system kemudian membebankan biaya tidak langsung
berdasarkan dengan sumber daya yang dikonsumsi masing-masing produk sesuai dengan
tarif dari masing-masing aktivitas.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitik, artinya peneliti memberikan gambaran mengenai objek yang diteliti, tanpa
melakukan analisis dan mengambil kesimpulan yang berlaku untuk umum. Peneliti
memperoleh data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian dengan melakukan
wawancara, observasi, dan penelitian kepustakaan.
Perusahaan belum mengidentifikasi semua biaya yang terjadi di perusahaan,
seperti biaya penyusutan atas aktiva yang dimiliki perusahaan. Perusahaan selama ini
melakukan perhitungan biaya tanpa memasukkan komponen biaya tidak langsung ke dalam
harga pokok produksi. Hal ini membuat produk perusahaan undercosted, sehingga sebagai
dasar perusahaan untuk menetapkan harga jual, hasil perhitungan harga pokok produksi
perusahaan selama ini tidak valid. Setelah melakukan perhitungan harga pokok produksi
dengan metode activity-based costing, harga pokok produksi ternyata lebih besar dari
sebelumnya. Dengan variasi produk yang dimiliki perusahaan, sebaiknya perusahaan
menerapkan activity-based costing. Informasi yang akurat atas harga pokok produksi dapat
membantu manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan mengenai efisiensi biaya
atau menetapkan harga jual.