Abstract:
Aristoteles mengemukakan bahwa dalam segala perbuatannya manusia selalu mengejar satu tujuan. Manusia selalu mencari yang baik baginya, dan tujuan yang paling tinggi adalah sebuah kebahagiaan. Kebahagiaan adalah suatu aktivitas berkeutamaan yang dilakukan oleh manusia di dunia ini. Keutamaan dapat membuat manusia menjadi bahagia, karena keutamaan adalh suatu aktivitas yang mempunyai prioritas terhadap potensi. Keutamaan selalu menyangkut rasio, tetapi juga seluruhnya. Keutamaan menurut Aristoteles ada dua jenis, pertama keutamaan intelektual, keutamaan ini dapat menyempurnakan rasio sendiri. Kedua keutamaan moral, keutamaan ini dapat mengatur watak manusia seperti halnya persaan dan nafsu. Keutamaan itu berguna untuk menentukan sikap dan pilihan menuju pada kebahagiaan yang sejati. Untuk mengenal keutamaan itu, perlu mengenal kondisi sosio-kultural masyarakat. Setiap masyarakat tentunya mempunyai figur untuk dijadikan teladan dan figur itu mampu menyentuh kedalaman diri manusia, seperti halnya figur Semar dengan keutamaan-keutanmannya; ngrumangsani, tepa slira, aja dumeh, sepi ing pamrih-rame ing gawe dan manunggaling kawula-gusti. Ungkapan yang nampaknya sederhana itu, sebenarnya memuat aspek sosial-etis dan spiritual hidup manusia. Secara tidak langsung dimunculkan keutamaan-keutamaan itu tujuannya yakni adalah mengingatkan manusia untuk mampu memilih jalan tengah dan selalu memerankan akal budi serta rasa. Dalam kebudayaan Jawa, ketika seseorang mempertajam dan memperdalam rasa, ia akan mengerti bagaimana harus bertindak tepat dalam situasi tertentu. Keutamaan dan etika Jawa juga menyadarkan manusia untuk tidak hanya mengagung-agungkan diri sendiri. Artinya bahwa keutamaan dan etika Jawa tadi menyadarkan manusia akan keterbatasan kodratnya, untuk selalu ingat pada yang Ilahi. Melalui keutamaan itu, kita harus kembali pada hakikat manusia sebagai makhluk yang rasional dan berperasaan.