Implikasi kehidupan yang baik berdasarkan keberadaan pusat diri dalam konsep "Masyarakat Tontonan" Guy Debord

Show simple item record

dc.contributor.advisor
dc.contributor.advisor Heatubun, Fabianus Sebastian
dc.contributor.author RUCITRA, Maria Kirana
dc.date.accessioned 2019-09-24T08:29:39Z
dc.date.available 2019-09-24T08:29:39Z
dc.date.issued 2019
dc.identifier.other skp37948
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/9107
dc.description 623-FF en_US
dc.description.abstract Istilah “masyarakat tontonan” digunakan oleh Guy Debord untuk mengacu pada masyarakat Posmodern yang amat tergila-gila pada pengakuan eksternal. Dalam rangka mendapatkan pengakuan tersebut, yang menjadi perhatian utama masyarakat tontonan pada dasarnya adalah untuk selalu menjadi “lebih” daripada yang lain, khususnya dalam hal tampilan eksternal. “The more the merrier”. Adagium ini tampaknya sangat melukiskan prinsip dasar masyarakat tontonan, juga cara masyarakat tersebut memandang “diri. “Diri” adalah kumpulan ekspektasi, pengalaman, dan hal-hal material apapun yang dapat kita temukan dalam keseharian. Koherensi ataupun kualitas dari kumpulan tersebut tidaklah penting bagi masyarakat tontonan. Yang terpenting adalah memenuhi sebanyak mungkin ekspektasi eksternal, memiliki sebanyak mungkin pengalaman, dan memiliki lebih banyak materi. Persoalannya, karena tidak memiliki koherensi, identitas semacam ini menjadi mudah goyah. Diri menjadi diri yang terpecah; diri yang menyerap apa saja dan ter-serap ke dalam apa saja. Penulis melihat bahwa pandangan Posmodern atas diri tersebut tidaklah sehat dan amat bertentangan dengan naluri kemanusiaan kita yang menuntut adanya sebentuk koherensi dan keseimbangan. Sementara itu, identitas yang koheren dan seimbang menuntut adanya daya reflektif. Dalam tulisan ini, penulis menemukan bahwa seni, literatur, aktivitas-aktivitas kontemplatif, dan agama yang dihayati secara proporsional nyatanya tidak cukup memadai untuk kita jadikan sebagai jalan yang dapat memunculkan daya reflektif. Ini dikarenakan untuk dapat memahami pentingnya hal-hal tersebut, kita harus memiliki daya reflektif itu sendiri terlebih dahulu. Oleh sebab itu, penulis berpendapat bahwa cara terbaik untuk memantik daya reflektif tersebut adalah apa yang kita kenal sebagai “situasi batas”. Pengalaman berjumpa dengan situasi batas akan menuntun kita pada realitas yang kompleks dan multi-dimensional; pandangan holistik. en_US
dc.language.iso Indonesia en_US
dc.publisher Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan en_US
dc.title Implikasi kehidupan yang baik berdasarkan keberadaan pusat diri dalam konsep "Masyarakat Tontonan" Guy Debord en_US
dc.type Undergraduate Theses en_US
dc.identifier.nim/npm 2015510001
dc.identifier.nidn/nidk 0420015701
dc.identifier.kodeprodi KODEPRODI612#Ilmu Filsafat


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search UNPAR-IR


Advanced Search

Browse

My Account